Makalah Hukum Konstitusi
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah merupakan dasar Negara Indonesia. Seperti yang termuat dalah pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menduduki urutan tertinggi dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Hal demikian membawa konsekuensi hukum terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu bahwa peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak boleh bertentangan isinya (materiil) maupun mekanisme pembuatannya (formil) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar Negara Indonesia telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah suatu wujud reformasi hukum yang dilakukan di Indonesia. Salah satu substansi penting dari perubahan itu tepatnya dalam amandemen yang keempat, ialah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara baru yang berdiri sendiri dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Dalam pasal 24 ayat (2) UUDN RI Tahun 1945, disebutkan tentang keberadaan Mahkamah Konstitusi yang kemudian secara lebih rinci kewenangannya disebutkan dalam pasal 24C ayat (1) dan (2) UUDN RI Tahun 1945.
Sebagai institusi baru yang bebas dari kekuasaan Mahkamah Agung ataupun campur tangan pemerintah, Mahkamah Konstitusi bisa tumbuh secara sehat dan mampu memainkan tugas dan fungsinya dengan baik. Meskipun demikian, kelemahan Mahkamah Konstitusi hanya berwenang menguji keabsahan materi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, dan Mahkamah Konstitusi juga tidak bisa menguji pelaksanaan ataupun penerapan Undang-Undang.
Menurut Dr. Mohammad Mahfud MD, beberapa kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah adalah uji material Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDN RI) 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara, memutus pembubaran partai politik serta memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.[1]
Dengan kata lain, Mahkamah Konstitusi hanya bisa memeriksa masalah konstitusional (constitutional question) dan bukan kasus konstitusional (constitutional case). Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa perkara yang menyangkut pelanggaran hak-hak kosntitusional individual melalui mekanisme yang dikenal sebagai komplain konstitusional (complain constitutional).
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa. “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Sebagai sebuah Negara hukum, Negara mempunyai suatu kewajiban untuk menegakkan hukum dan menciptakan suasana bernegara yang aman, tertib, serta berkeadilan. Pada dasarnya, Negara mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan rasa adil bagi setiap warga Negara Indonesia.
Di Negara Indonesia, hakim adalah seorang yang berhak dalam memutus suatu permasalahan hukum. Hakim akan menilai suatu permasalahan hukum dan mempelajarinya dengan seksama sebelum membuat suatu keputusan. Oleh karena itu, sudah seharusnya hakim berusaha agar dapat memutuskan suatu perkara seobyektif mungkin secara berkeadilan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan-Rumusan masalah adalah
a. Pengertian Hukum dan Konstitusi
b. Nilai-Nilai konstitusi
c. Sejarah Konstitusi RI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum dan Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie (Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara.
Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi.
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut.
2. Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.
Menurut Herman Heller, konstitusi mencakup tiga pengertian, yaitu:
1. Die politische verfassung als gesselchafflichewirklichkeit, yaitu konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kewajiban.
2. Die verselbstandigte rechtverfassung, yaitu mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat tersebut untuk dihadirkan sebagai suatu kaidah hukum.
3. Die geschriebene verfassung, yaitu menuliskan konstitusi dalam suatu naskah sebagai peraturan perundangan yang tertinggi derajatnya dan berlaku dalam suatu negara.
Menurut pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller., konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar hanyalah sebatas hukum yang tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat hukum dasar yang tertulis juga mencakup hukum dasar yang tidak tertulis.
B. Nilai-Nilai konstitusi
1. Nilai Normatif. Bagi suatu Bangsa konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum, tetapi juga merupakan suatu kenyataan (Reality). Dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Contoh negara yang menganutnya yaitu negara Amerika Serikat.
2. Nilai Nominal. Dalam hal ini konstitusi menurut hukum memang berlaku tetapi kenyataanya tidak sempurna. Ketidak sempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi yang dipraktekan oleh negara Indonesia.
3. Nilai Semantik. Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik contoh negara Indonesia pada masa Orde Lama.
C. Fungsi Konstitusi
1. Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
2. Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah.
3. Sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara;
D. Sifat Konstitusi
1. Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan konstitusi dalam arti relatif).
2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid berarti kaku suliot untuk mengadakan perubahan sebagaimana disebutkan oleh KC Wheare Menurut James Bryce, ciri flexibel :
a. Elastis.
b. Diumumkan dan diubah sama dengan undang-undang.
3. Tertulis dan tidak tertulis
E. Perubahan Konstitusi
Setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasalnya tentang perubahan. Hal ini disebabkan karena suatu Konstitusi, walaupun ia dirancangkan untuk jangka waktu yang lama, selalu akan tertinggal dari perkembangan masyarakat, sehingga pada suatu saat kemungkinan perkembangan itu terjadi, maka konstitusi itu perlu dirubah. Suatu konstitusi pada hakekatnya adalah suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundangan lainnya. Karena tingkatannya yang lebih tinggi, dan juga yang menjadi dasar bagi peraturan hukum lainnya, maka pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan yang tidak mudah, dengan maksud agar tidak mudah pula orang merubah hukum dasarnya. Kalau memang suatu perubahan diperlukan, maka perubahan itu haruslah benar-benar dianggap perlu oleh rakyat banyak. Tetapi sebaliknya ada pula Konstitusi yang mensyaratkan perubahan tidak seberat cara diatas, dengan pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan konstitusi.
Lazimnya, yang menyusun konstitusi adalah konstituante. Konstituante ini adalah suatu badan yang dibentuk berdasarkan pilihan rakyat, seperti Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun UUD pengganti UUDS 1950. Tapi mungkin pula konstitusi disusun oleh badan yang sejenis dengan konstituante, walaupun mungkin bukan hasil pemilihan umum, umpamanya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menyusun UUD 1945.
Ketidaksempurnaan suatu konstitusi mungkin disebabkan oleh dua hal, pertama konstitusi adalah hasil karya yang bersifat kompromi dan kedua kemampuan para penyusunnya itu sendiri terbatas. Karena konstituante itu terdiri dari sekelompok manusia yang tidak mungkin mempunyai pandangan politik yang sama, dan sering pula kepentingannya berbeda-beda, maka hasil karya mereka pun yaitu konstitusi merupakan kompromi dari berbagai aliran dan kepentingan.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
a. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
b. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
c. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :
1. Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi, yaitu :
1. Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
2. Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia
3. negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4. musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1. 16 Bab;
2. 37 Pasal
3. 4 aturan peralihan;
4. 2 Aturan Tambahan.
BAB III
KESIMPULAN
Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan Negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum. Aturan pokoknya perlu dijabarkan lebih lanjut dalam norma hukum di bawahnya, seperti:
· Ketetapan MPR,
· Undang-Undang,
· Perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang),
· Peraturan Pemerintah,
· Keputusan Presiden,
· Peraturan Daerah.
Kita sebagai Mahasiswa dan juga sebagai penerus bangsa merupakan hal yang sangat penting uantuk mengetahui konstitusi-konstitusi Negara, khususnya Negara kita Indonesia ini, lebih-lebih konstitusi di yang dipakai diera reformasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
- http://shevaonseven.blogspot.com/2010/06/hukum-konstitusi-i.html
- http://yanel.wetpaint.com/page/Negara+dan+Konstitu
- Sumber : LKS Pelita; Kewarganegaraan. Untuk kelas X semester 2.
- Teori dan Hukum Konstitusi" . Prof.Dr.H.Dahlan Thaib,SH.M.Si
- Kewenangan Pemerintah Daerah".Dr.H.SuriansyahMurhaini,SH.MH
- Hukum dan Konstitusi Indonesia" Dr.J.C.T Simorangkir,SH
- Hukum Tata Negara Darurat" Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie,SH
- Konstitusi Indonesia UUD 1945 dan Amandemen"
- Hukum Tata Negara RI" Prof.Drs.C.S.T Kansil,SH
Makalah Hukum Konstitusi