BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan selain koinitmen, faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah kepuasan kompensasi karena kepuasan kompensasi dapat mempengaruhi perilaku karyawan untuk bekerja lebih bersemangat dan memacu tingginya kinerja.
Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarya kinerja individu mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan atau pegawai adalah faktor kompetensi, budaya kerja,dan kepuasan kerja.
Kompetensi kerja akan memberikan beberapa manfaat kepada karyawan, seperti kejelasan relevansi pembelanjaan sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer ketrampilan, nilai, dan kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier, dan juga adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.
Hal-hal yang tersebut di atas, secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi karyawan atau pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, dan hal ini secara langsung ikut pula meningkatkan kinerja karyawan tersebut yang berdampak kepada berkembangnya organisasi atau perusahaan ke arah yang lebih baik.
Selanjutnya, faktor lain yang bisa mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor budaya kerja. Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dan sikap menjadi prilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja” atau bekerja.
Di dalam suatu organisasi atau perusahaan, budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Selain itu budaya kerja juga bermanfaat dalam meningkatkan jiwa gotong royong, meningkatkan kebersamaan saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan dan membangun komunikasi yang lebih baik.
Hal-hal tersebut di atas secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai, karena semua pekerjaan dilandasi secara kekeluargaan dan kebersamaan, sikap saling membantu dan gotong royong ini akan meningkatkan motivasi pegawai, sehingga kinerja pegawai pun menjadi lebih baik.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan atau pegawai adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja bagi karyawan atau pegawai merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, dan kepuasan kerja juga merupakan suatu hal yang didambakan oleh setiap pegawai dalam setiap instansi. Sedangkan faktor sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat menentukan tercapainya kemajuan instansi yang efektif dan efisien. Anggota instansi akan mencurahkan segenap daya dan pikirannya untuk meningkatkan produktivitas kerja apabila mereka puas dalam bekerja. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pencapaian target dalam menjalankan segala aktivitas. Sumber daya manusia jaga merupakan penggerak utama atau inovator untuk menjalankan fungsi-fungsi dalam instansi dalam pemerintah atau perusahaan.
Permasalahan yang dihadapi Kantor Inspektorat Aceh adalah masih kurang berdayanya lembaga tersebut dalam mengelola sumber daya manusia secara berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. Rendahnya kemampuan/keberdayaan pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berhubungan dengan keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan sarana manajemen pemerintahan, sehingga mengakibatkan kinerja yang telah ditetapkan tidak tercapai.
Melihat berbagai permasalahan itu, perlu dilakukan upaya untuk mencari pendekatan yang dapat meningkatkan kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh. Pendekatan yang dianggap sesuai untuk meningkatkan kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh adalah pendekatan peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai seperti tingkat kepuasan kerja pegawai maupun kompensasi yang diberikan kepada pegawai. Dengan pendekatan yang demikian, diharapkan mampu mengurangi permasalahan rendahnya kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh. Saat ini jumlah keseluruhan pegawai di Inspektorat Aceh adalah 106 orang, yang terdiri dari 68 orang pegawai laki-laki, dan 38 orang pegawai perempuan.
Fenomena yang muncul saat ini adalah adanya kesenjangan atau gap tentang pencapaian kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya. Faktor tidak tercapainya kinerja secara keseluruhan ini ditengarai faktor kepuasan kerja yang berbeda antara satu pegawai dengan pegawai lainnya, serta kompetensi yang masih relatif rendah, jika dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan yang semakin hari semakin banyak, sehingga berdampak terhadap rendahnya pencapaian kinerja pegawai secara optimal.
Realitas kinerja pegawai di lingkungan Kantor Inspektorat Aceh belum seperti yang diharapkan hal ini terlihat dan kemampuan pegawai yang kurang memahami tugas pokok dan fungsi, hal ini mungkin diakibatkan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan pekerjaan yang dilakukan misalnya ada pegawai yang berlatar belakang pendidikan STM tetapi pekerjaanya mengarsip surat dan secara nyata dapat dilihat dan kondisi-kondisi yang ditemukan antara lain prosedur administrasi belum berjalan sebagaimana mestinya, penerapan prosedur administrasi proyek yang kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pemberian tugas tidak sesuai dengan latar belakang yang dimiliki pegawai, serta adanya keengganan pegawai untuk bekerja lebih optimal.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan segi disiplin waktu bekerja masih ditemukannya pegawai yang kurang menggunakan waktu secara baik, hal ini dilihat dari masih adanya pegawai hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk kantor adalah pukul 08.00 WIB pagi tetapi hadir pukul 10.00 WIB pagi, dan makan siang dan istirahat pukul 13.00-14.00 WIB tetapi pada kenyataannya masih ditemukannya pegawai yang masuk kembali ke kantor pukul 15.00 WIB, apel pagi yang tidak diikuti secara disiplin. Sedangkan dari sisi loyalitas pegawai terutama antara bawahan terhadap atasan dan sebaliknya, ditemukannya gejala disharmonisasi antara atasan dengan bawahan kadangkala atasan bertindak sendiri tanpa melibatkan bawahan dan kadangkala bawahan tidak koordinasi dengan atasan, ketidaksinkronan kebijakan antara atasan dengan bawahan dalam satu unit kerja dan problem lainnya. Berdasarkan beberapa fenomena yang telah di uraikan sebelumnya, maka penulis menulis penelitian ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Pada Kantor Inspektorat Aceh”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh?
2. Apakah budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh?
3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh?
4. Apakah kompetensi, budaya kerja, dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
2. Untuk mengetahui pengaruh budaya kerja terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
3. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
4. Untuk mengetahui secara simultan pengaruh kompetensi, budaya kerja, dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dan penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pihak manajemen Kantor Inspektorat Aceh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam membuat atau menentukan kebijakan perusahaan.
2. Sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti berikutnya yang ingin melanjutkan penelitian tentang pengaruh lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja karyawan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja pegawai merupakan aspek yang penting dalam manajemen sumber daya manusia. Sedarmayanti (2007:18) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dan hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).
Selanjutnya Mangkunegara (2006:24) menyatakan bahwa kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah dan kata Job Performance atau Actual Performance (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kustriyanto dalam Mangkunegara (2006:24) juga menyatakan bahwa kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Selanjutnya Handoko (2001:56) menyatakan bahwa kinerja (perfomance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan dimana dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Selanjutnya Dharma (2005:21) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mahsun (2006:54) ada beberapa elemen pokok faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu:
1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
4) Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Dalam konteks pemerintahan sebagai sektor publik menurut Mahsun (2006:55) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai kinerjanya:
1) Kelompok Masukan (input)
2) Kelompok Proses (Proccess)
3) Kelompok Keluaran (Output)
4) Kelompok Hasil (Outcome)
5) Kelompok Manfaat (Benefit)
6) Kelompok Dampak (Impact).
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcomedan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcomeharus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolak ukur keberhasilan organisasi sektor publik.
Menurut Mangkunegara (2006:25) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dan aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi:
a) Aspek kuantitatif yaitu:
1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
b) Aspek kualitatif yaitu:
1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
2) Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan
4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
2.1.3. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Muljadi (2006:9) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat.
Pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi:
a. penetapan indikator kinerja
b. penentuan hasil capaian indikator kinerja
Menurut Palmer dalam Mahsun (2006:59) terdapat beberapa jenis indikator kinerja Pemerintah Daerah antara lain:
1) Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit)
2) Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu)
3) Tingkat penggunaan (misalnya sejauh mana layanan yang tersedia digunakan)
4) Target waktu (misalnya waktu rata-rata rata yang digunakan untuk rnenyelesaikan satu unit pekerjaan)
5) Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai)
6) Kebutuhan pelanggan (jumlah perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai)
7) Indikator kualitas pelayanan
8) Indikator kepuasan pelanggan
9) Indikator pencapaian tujuan.
Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2006:31) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor :
1) Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahilan, latar belakang dan demografi.
2) Faktor Psikologis terdiri dan persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan inotivasi.
3) Faktor Organisasi terdiri dan sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design.
Sedangkan menurut Timple dalam Mangkunegara (2006:31) faktor kinerja
terdiri dari dua faktor yaitu:
1) Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras.
2) Faktor Eksternal yang terkait dan Iingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Neal dalam Mangkunegara (2006:32) terdapat beberapa aspek kinerja yang dapat diukur yaitu:
1) Akurasi (Pemenuhan standar akurasi)
2) Prestasi (Menyelesaikan tanggung jawab dan tugas)
3) Administrasi (Menunjukkan efektivitas administratif)
4) Analitis (Analisa secara efektif)
5) Komunikasi (Berkomunikasi dengan pihak lain)
6) Kompetensi (Menunjukkan kemampuan dan kualitas)
7) Kerjasama (Bekerjasama dengan orang lain)
8) Kreativitas (Menunjukkan daya imaginasi dan daya kreatif)
9) Pendelegasian (Menunjukkan orang yang diberi kuasa untuk berbicara atau bertindak bagi orang lain)
10) Dapat diandalkan (Menunjukkan sifat yang dapat dipercaya)
11) Improvisasi (Peningkatan kualitas atau kondisi yang lebih baik)
12) Inisiatif (Mengemukakan gagasan, metode dan pendekatan baru)
13) Inovasi (Pengenatau metode dan prosedur baru)
14) Keahlian Interpersonal (Hubungan manusiawi)
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa kinerja memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek yang dapat diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dan aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan feedback guna keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen pengelolaan sumber daya manusia.
2.2. Kompetensi dan Kemampuan Pegawai
2.2.1. Pengertian Kompetensi dan Kemampuan Pegawai
Menurut Dharma (2005:41) Kemampuan identik dengan kompetensi yang dimiliki yang mengacu kepada dimensi prilaku dan sebuah peran perilaku yang diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara memuaskan.
Menurut Amstrong dalam Dharma (2005:41) berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi dalam manajemen kinerja yaitu :
1) Pengetahuan kerja dan profesional.
2) Kesadaran organisasi konsumen.
3) Komunikasi.
4) Keahlian interpersonal.
5) Kerjasama tim.
6) Inisiatif.
7) Keahlian Analitis.
8) Produktifitas.
9) Kualitas.
10) Manajemen/pengawas.
11) Kepeinimpinan.
Kompetensi didefinisikan sebagai an underlying characteristic‘s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in ajob or situation. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Berangkat dari pengertian tersebut kompetensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemapuan/keahlian (Mitrani et.al, 1992, dalam Dharma, 2005:44).
Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) dalam Hutapea (2008:11) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu:
“threshold competencies” dan “differentiating competencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating competencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating competencies ‘
Spencer dalam Hutapea, dkk (2008:12) terdapat tiga komponen utama pembentuk kompetensi yaitu pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang dipengaruhi oleh konsep diri, sifat bawaan (trait) dan motif.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 43/Kep/2001 Tanggal: 20 Juli 2001 ada beberapa standar Kompetensi yang ditentukan yang harus dimiliki oleh jenjang Jabatan Struktural Eselon III dan IV sebagai berikut:
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III
1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.
2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.
3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya
5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya.
6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.
7. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi instansi terkait dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.
8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.
9. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya dan mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.
Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV
1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.
2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.
3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.
4. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.
5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya.
6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya
7. Mampu melakukan koordiriasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.
8. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.
9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian
dalam unit organisasinya.
2.2.2. Manfaat Kompetensi
Mengacu pada pendapat Rylatt dan Loban (2005) dalam Hutapea (2005:14), kompetensi memberikan beberapa manfaat kepada karyawan. Organisasi, dijabarkan di bawah ini.
1. Karyawan/Pegawai:
a. Kejelasan relevansi pembelajaan sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer ketrampilan, nilai, dan kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier.
b. Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional berbasis standar yang ada.
c. Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.
d. Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan.
e. Pilihan perubahan karir yang lebih jelas untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin hanya berbeda 10% dan yang telah dimiliki.
f. Penilaian kinerja yang lebih obyektif dan umpan balik berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas.
g. Meningkatnya ketrampilan dan ‘marketability’ sebagai karyawan.
2. Organisasi
a. Pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada yang dibutuhkan.
b. Meningkatnya efektifitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.
c. Pendidikan dan Pelatihan difokuskan pada kesenjangan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan dan persyaratan ketrampilan perusahaan yang lebih khusus.
d. Akses pada Pendidikan dan Pelatihan yang lebih efektif dan segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyedia Pendidikan dan Pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.
e. Pengambil keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki ketrampilan yang akan diperoleh dalam Pendidikan dan Pelatihan.
f. Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil Pendidikan dan Pelatihan akan lebih reliable dan konsisten.
g. Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang diperlukan untuk mengelola perubahan.
Menurut Dharma (2005:44) kompetensi kerja dapat dilakukan penilaian sebagaimana yang diuraikan oleh Spencer, Mc Clelland dan Spencer (2000) kepada penelitian David Mc Clelland mengenai variabel kompetensi yang mana yang memperkirakan kinerja suatu pekerjaan.
Spencer (2000) dalam Dharma (2005:45), menetapkan dua puluh kompetensi yang paling sering dipakai untuk memperkirakan keberhasilan. Kompetensi dikelompokkan ke dalam enam kluster sebagai berikut :
Kluster prestasi (Achievement Cluster)
1. Orientasi pencapaian
2. Kepedulian akan kualitas dan keteraturan
3. Inisiatif
Kluster bantuan/pelayanan
1. Pemahaman interpersonal
2. Orientasi pelayanan konsumen
Kluster pengaruh
1. Dampak dan pengaruh
2. Kesadaran organisasional
3. Membangun hubungan (jaringan kerja)
Kluster manajerial
1. Pengarahan
2. Kerja sama kelompok dan kerja sama
3. Mengembangkan orang lain
4. Kepemimpinan tim
Kluster pemikiran kognitif/pemecahan masalah
1. Kepiawaian teknis
2. Pencarian informasi
3. Berpikir analitis
4. Berpikir konseptual
Kluster efektifitas pribadi
1. Kendali diri, daya tahan terhadap stres
2. Rasa percaya diri
3. Komitmen terhadap organisasi ‘kepemikiran bisnis’
4. Fleksibitas
Mc Clelland kemudian mengembangkan secara bersama dengan koleganya suatu “expert system” yang berisi data base definisi kompetensi pada butir-butir tersebut di atas. Metode penilaian kompetensi dipakai sebagai model kompetensi untuk suatu pekerjaan yang generik. Misalnya suatu posisi yang dipegang oleh sejumlah pemegang pekerjaan dimana tanggung jawab dasarnya sama, seperti peneliti atau manajer penjualan. Metode ini didasarkan kepada daftar kompetensinya Mc Clelland dan menggunakan database yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitiannya.
2.3. Budaya Kerja
2.3.1. Pengertian Budaya
Menurut Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat (2006:25) budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
2.3.2. Pengertian Kerja
Menurut Supriyadi (2003:28) kerja adalah hukuman manusia sebenarnya hidup bahagia tanpa kerja di taman firdaus, tetapi karena ia jatuh ke dalam dosa, maka ia dihukum : untuk bisa hidup sebentar manusia harus bekerja banting tulang cari makan, Kerja adalah beban, kewajiban, sumber penghasilan, kesenangan, gengsi, aktualisasi diri, dan lain-lain.
2.3.3. Pengertian Budaya Kerja dan Prinsip-prinsip Budaya Kerja
Budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Gering Supriyadi dan Triguno : 2001-2008).
Secara konseptual, budaya kerja secara tekstual tersebut dapat digambarkan, yaitu:
1. Integritas dan profesionalisme.
2. Kepemimpinan dan keteladanan.
3. Kebersamaan dan dinamika kelompok.
4. Ketepatan dan kecepatan.
5. Rasionalitas dan kecerdasan emosi.
Budaya organisasi atau budaya kerja menurut Stephen P.Robbins (2003:525) adalah sebuah persepsi umum yang di pegang oleh anggota organisasi,suatu sistem tentang keberartian bersama. Budaya organisasi berkepentingan dengan bagaimana pekerja merasakan karakteristik suatu budaya organisasi,tidak dengan apakah seperti mereka atau tidak.
Dalam makalah seminar KORPRI di Yogyakarta November 1992 bahwa budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolak ukur dasar dalam pembangunan, dapat menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa dan erat kaitannya dengan nilai-nilai falsafah bangsa dan mampu mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya, warna budaya kerja adalah produktivitas yang berupa perilaku kerja yang tercermin dan kerja keras, ulet, disiplin, produktif tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, dan responsive.
Robbins (1996:301-302) menjelaskan bagaimana budaya kerja di bangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima, baik dan yang tidak. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi.
Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat dari peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua tingkatan, peningkatan pantisipasi dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan.
2.4. Kepuasan Kerja
2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sifat individual seseorang sehingga seseorang mempunyai tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, begitu sebaliknya.
Pendapat Wexley dan Yuki mendefinisikan “kepuasan kerja is the way an employee fuels about his or her job artinya kurang lebih cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya” (As’ad, 2008:106). Manusia sebagai makhluk sosial memiliki berbagai macam kebutuhan dalam melakukan kegiatan sebari-hari. Adanya sebagian manusia yang merasa puas dengan kenyataan yang dialaminya dan ada juga yang hampir tidak pernah merasa puas dengan kenyataan hidup yang dihadapi. Dalam bekerja juga ada manusia yang cepat merasa puas dengan hasil yang didapat dari pekejaannya. Dan ada juga yang merasa tidak puas dengan hasil yang didapat sehingga memacu motivasi dalam dirinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Menurut Handoko (2010:193) bahwa “Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan para karyawan dengan memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan kaayawan memandang pekerjaan mereka. Hal ini dapat dilihat dari sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Pihak manajemen perusahaan haruslah senantiasa memonitor kepuasan kerja karyawan. Karena hal ini mempengaruhi semangat dan gairah kerja karyawan juga masalah-masalah personalia vital yang lainnya. Departemen personalia mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung pada kepuasan kerja.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual, setup individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini karena adanya perbedaan pada masing-masing individu, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitu juga sebaliknya.
Karyawan melewati sebagian waktunya untuk bekerja dan bagian dan kehidupannya ini dibuat sedemikian menyenangkan dan memuaskan. Kepuasan kerja juga merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang ditekuninya. Kepuasan kerja itu sendiri berkaitan antara karyawan dan apa yang diperoleh dari pekerjaannya.
Sementara Robbins (2009:139) menyatakan bahwa :
Kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa teori di atas, kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisinya. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaannya dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong pegawai tidak puas. Dari pendapat tentang kepuasan kerja di atas dapat diambil suatu batasan yang sederhana tentang kepuasan kerja yaitu perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Apabila kepuasan diperoleh melalui pekerjaannya semakin tinggi kepuasan yang dirasakannya, sehingga diharapkan ia akan meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan pekerjaannya.
2.4.2. Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja karyawan juga memiliki beberapa faktor yang berperan di dalamnya Robbins (2009: 149) mengemukakan empat variabel faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1. Kerja yang secara mental menantang.
Umumnya karyawan lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan kepada mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi juga pekerjaan yang terlalu banyak tantangan menciptakan frustrasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, karyawan umumnya akan mengalami kesenangan atau kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas.
Karyawan menginginkan upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris penghargaan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil, yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang mengaitkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan.
3. Kondisi atau lingkungan kerja yang mendukung
Karyawan akan peduli dengan lingkungan kerja yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, keributan, dan faktorfaktor lingkungan kerja lainnya seharusnya tidak ekstrim (terlalu banyak atau terlalu sedikit). Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern.
4. Rekan sekerja yang mendukung.
Orang mendapat lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dan pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan , kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinasi utama dan, kepuasan kerja. Umumnya studi mendapatkan kepuasan kerja karyawan meningkat bila penyedia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
Faktor-faktor yang dapat menentukan kepuasan kerja menurut Harold E. Burt (Anoraga, 2009: 82) adalah:
a. Faktor hubungan antara karyawan antara lain:
1) Hubungan langsung antara pimpinan dan karyawan
2) Faktor psikis dan kondisi kerja
3) Hubungan sosial diantara karyawan
4) Sugesti dan teman bekerja
5) Emosi dan situasi kerja
b. Faktor-faktor individual yaitu yang berhubungan dengan
1) Sikap orang terhadap pekerjaannya
2) Umur atau usia pada saat bekerja
3) Jenis kelainin
c. Faktor-faktor dan luar (ekstern) yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
1) Keadaan keluarga karyawan
2) Rekreasi
3) Pendidikan
Sedangkan Chissoli dan Broun (Anoraga, 2009:82) mengemukakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sebagai benikut:
a. Kedudukan
Pada umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka bekerja pada pekerjaannya yang Iebih rendah. Pada kenyataannya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan pada tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
b. Pangkat (Golongan)
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jadi apabila ada kenaikan gaji, maka sedikit banyak akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan baru, hal tersebut mempengaruhi perilaku dan perasaannya.
c. Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur seorang, pada umur diantara 25 (dua puluh lima) tahun sampai 35 (tiga puluh lima) tahun dan umur 40 (empat puluh) tahun sampai 45 (empat puluh lima) tahun adalah merupakan umur-umur yang dapat menimbulkan perasaan puas terhadap pekerjaannya.
d. Jaminan Finansial Dan Jaminan Sosial
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja
e. Mutu Pengawasan
Hubungan antara pihak bawahan dan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam meningkatkan produktifitas kerja. Kepuasan kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dan pimpinan kepada bawahan, sehingga mereka dapat merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.
f. Faktor Intrinsik dan Pekerjaan.
Atribut pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu, sukar/mudah, serta kebanggaan akan tugas akan meningkat/mengurangi kepuasan.
g. Kondisi Kerja
Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h. Aspek Sosial dalam Pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puasnya dalam bekerja.
i. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara pihak karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk mcnyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mau mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
j. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana tahunan atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Sedangkan menurut pendapat Gilmer (As’ad 2008:114) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
a. Kesempatan untuk maju.
Dalam masalah ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan laki-laki maupun perempuan keadaan yang sama sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
c. Gaji.
Gaji atau bisa disebut dengan upah lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan jumlah uang yang diperoleh.
d. Perusahaan dan Manajemen.
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan (Supervisi)
Bagi bawahan pimpinan dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakhir obsersi dan furnofer.
Dari beberapa pendapat di atas faktor-faktor yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja menurut penulis adalah:
a. Faktor hubungan antar kanyawan
1. Kerja sama antara pimpinan dan karyawan
2. Kerja sama antara pimpinan dengan karyawan
b. Faktor sosial antar karyawan
Kerja sama antara karyawan dengan karyawan
c. Faktor individual
Sikap karyawan dan karyawan terhadap pekerjaannya.
2.5. Penelitian Sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sitanggang (2010), yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Di Kabupaten Samosir”, menunjukkan bahwa secara serempak variabel Kompetensi, Budaya Kerja dan Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap variabel kinerja pegawai di Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Kabupaten Samosir yang artinya bahwa kompetensi pegawai yang tinggi didukung budaya kerja yang baik dan tercapainya kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai apakah mencakup sistem promosi, pemberian kesejahteraan, suasana kerja yang menyenangkan akan sangat mempengaruhi capaian kinerja pegawai yang optimal dan pada akhinya mempengaruhi pelaksanaan program kerja dan keberhasilan pembangunan daerah secara khusus di Kabupaten Samosir.
Baharuddin Latief melalui penelitiannya (2012), tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan PT. Mega Mulia Servindo di Makasar berhasil mengemukakan bahwa motivasi dan kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Mega Mulia Servindo Makasar. Matrik penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 :
Table 2.1
Matrik Penelitian Sebelumnya
No
|
Peneliti
|
Judul Penelitian
|
Variabel
|
Hasil Penelitian
|
1.
|
Sitanggang
(2010)
|
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Di Kabupaten Samosir.
|
Menggunakan tiga variable independent yaitu kompetensi, budaya kerja dan kepuasan kerja.
Serta satu variabel dependent yaitu Kinerja
|
Variabel Kompetensi, Budaya Kerja dan Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap variabel kinerja pegawai di Lembaga Teknis Daerah Pemerintah Kabupaten Samosir
|
2.
|
Baharuddin Latief (2012)
|
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan PT. Mega Mulia Servindo di Makasar.
|
Menggunakan dua variabel independent yaitu variabel motivasi dan kompensasi.
Serta satu variabel dependent yaitu Kinerja
|
Motivasi dan kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan pada PT. Mega Mulia Servindo Makasar
|
2.6. Kerangka Pemikiran.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang pegawai telah melaksanakan pekerjaanya secara keseluruhan, dan merupakan pedoman bagi pegawai yang dapat menunjukkan tingkat kinerja pegawai yang secara rutin dan teratur sehingga bermanfaat bagi pengembangan karier pegawai yang dinilai maupun bagi organisasi secara keseluruhan, dengan penilaian kinerja tentunya akan diketahui kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang/kelompok, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja, memberi kesempatan kerja yang adil, kebutuhan pelatihan dan pengembangan, penyesuaian kompensasi, pemberian kompensasi dan demosi, mendiagnosis kesalahan disain pekerjaan, dan menilai proses rekrutmen dan seleksi.
Penilaian pegawai negeri sipil secara khusus diatur pada pasal 17 ayat (2) UU No.43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa pengangkatan pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, pranata kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan dalam jabatan itu serta syarat objektif lainya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Penilaian prestasi pegawai dikenal dengan istilah “perfomance rating performance appraisal, personnel assessment, employee, evaluation, merit rating efficiency rating service rating”
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang dirumuskan sebagai berikut:
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
Faktor Kemampuan (Ability) terdiri dan kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realitas (Knowledge + Skill), hal ini dimaknai pimpinan dan pegawai yang IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. Sedangkan faktor motivasi berupa sikap (Attitude) pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja di lingkungan organisasi.
Lingkungan birokrasi dan organisasi perusahaan terdapat perbedaan menyangkut aspek-aspek penilaian kinerja pegawai, yang mana dalam lingkungan birokrasi yang secara umum dilandasi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 ayat (2), biasanya dalam satu tahun adapun yang menjadi unsur-unsur yang dinilai adalah:
1. Kesetiaan
2. Prestasi Kerja
3. Tanggung jawab
4. Ketaatan
5. Kejujuran
6. Kerjasama
7. Prakarsa
8. Kepemimpinan
Dalam lingkungan perusahaan Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :
a) Sikap Mental (Motivasi Kerja, disiplin kerja, etika kerja),
b) Pendidikan,
c) Ketrampilan,
d) Manajemen Kepemimpinan
e) Tingkat Penghasilan,
f) Gaji dan Kesehatan,
g) Jaminan Sosial,
h) Iklim Kerja,
i) Sarana dan Prasarana,
j) Teknologi,
k) Kesempatan Berprestasi.
Jika dibandingkan antara lembaga birokrasi dan perusahaan sebenarnya yang lebih terukur secara objektif adalah seperti yang diterapkan dalam perusahaan, dari ke 11 faktor dalam perusahaan dan 8 unsur penilaian DP3 pada pegawai negeri sipil dapat dikelompokkan sebagai berikut bahwa kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, dan prakarsa merupakan faktor terkait dengan sikap mental pegawai yang membentuk budaya kerja, sedangkan prestasi kerja merupakan faktor yang terkait dengan pendidikan, ketrampilan atau secara umum menjadi unsur pembentuk kompetensi personal dan kompetensi profesional dari seorang pegawai, sedangkan aspek kepemimpinan terkait dengan manajemen kepemimpinan. Pada faktor-faktor lain seperti tingkat penghasilan, gaji dan kesehatan, jaminan sosial merupakan aspek yang membentuk kepuasan kerja pada pegawai. Secara ringkas lihat Gambar 2.1 yang menggambarkan kerangka berpikir peneliti :
2.7. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara dari kebenaran pada suatu penelitian (Arikunto, 2005: 72). Dan yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
2. Diduga budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
3. Diduga kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
4. Diduga kompetensi, budaya kerja, kepuasan kerja secara simultan berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Objek Penelitian
Untuk memperoleh dan mendapatkan sejumlah informasi dan data yang relevan serta akurat maka diperlukan data primer melalui penelitian langsung di lapangan dengan mengambil lokasi pada Kantor Inspektorat Aceh yang beralamat di Jl. Gurami No. 17, Banda Aceh. Sedangkan yang menjadi objek penelitin adalah berhubungan dengan bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai pada Kantor Inspektorat Aceh.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Sedangkan pengertian populasi menurut Arikunto (2010:115) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Kantor Inspektorat Aceh yang berjumlah 106 orang. Yang terdiri dan 68 orang karyawan laki-laki, dan 38 orang karyawan perempuan. Arikunto (2010:117) melanjutkan “bila populasi melebihi dari 100 orang maka sampel diambil secara purposive sampling sebanyak 10%-15% atau 20%-25%. Jika populasi kurang dari 100 orang, maka memungkinkan semuanya untuk dijadikan sampel”. Sesuai dengan pendapat di atas, karena populasi dalam penelitian ini melebihi dari 100 orang, maka sampel diambil secara purposive sampling, yaitu sebanyak 30% yaitu 31 orang. Untuk jelasnya rincian sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 :
Tabel 3.1
Data Sampel
No.
|
Jenis kelamin
|
Jumlah (orang)
|
1.
|
Laki-laki
|
13
|
2.
|
Perempuan
|
18
|
Jumlah
|
31
|
3.3. Teknik Pengambilan Data.
Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan dengan penelitian ini dilaksanakan serangkaian teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi
Teknik pengumpulan data di lapangan dengan cara mengamati dan melihat langsung pada perusahaan yang menjadi objek penelitian.
b. Kuesioner
Teknik pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dalam bentuk daftar tertulis kepada responden.
3.4. Skala Pengukuran
Penelitian ini menggunakan suatu model angket yang digunakan dengan menggunakan angket multikotomis dimana subjek memiliki lima altematif tanggapan dengan menggunakan skala Likert. Skala ini berhubungan dengan pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu. Penilaian pernyataan skala ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2.
Skala Pernyataan
No.
|
Pilihan Jawaban
|
Poin
|
1.
|
Sangat Setuju (SS)
|
5
|
2.
|
Setuju (S)
|
4
|
3.
|
Kurang Setuju (KS)
|
3
|
4.
|
Tidak Setuju (TS)
|
2
|
5.
|
Sangat Tidak Setuju (STS)
|
1
|
3.5. Peralatan Analisis
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai Kantor Inspektorat Aceh, maka dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis persamaan regresi berganda dengan formula sebagai berikut:
3.6. Operasional Variabel
Variabel adalah suatu yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependen) yaitu Kinerja Pegawai dan variabel bebas (independen) yaitu kompetensi, budaya kerja dan kepuasan kerja. Secara operasional variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam bentuk tabel. Lihat Tabel 3.3 :
Tabel3.3
Operasional Variabel
No
|
Variabel
|
Definisi Variabel
|
Indikator
|
Skala Pengukuran
|
Skala
|
Item
Pertanyaan
|
Independent
| ||||||
1.
|
Kompetensi (X1)
|
Unsur-unsur yang membentuk kinerja seorang pegawai dalam menjalankan tugasnya seperti motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/ keahlian yang bermanfaat bagi pegawai, karyawan/ organisasi dan terbagi ke 6 kluster yaitu prestasi, bantuan, pengaruh, manajerial, pemikiran,kognitif,dan efektifitas pribadi (Dharma, 2005)
|
- Tingkat kelincahan berpikir
- tingkat keluwesan dalam melakukan pekerjaan
- Tingkat kecakapan
- Bekerja keras
- Efektifitas kerja
|
1-5
|
Ordinal
|
5
|
2.
|
Budaya Kerja
( X2)
|
Suatu nilai-nilai yang berupa sifat, kebiasaan dan kekuatan yang menjadi pedoman SDM untuk menghadapi Permasalahan ekstern dan mencitrakan sikap dan tindakan yang terwujud sebagai kerja (Supriyadi, 2003).
|
- Tata cara pelaksanaan pekerjaan
- Keseriusan didalam bekerja
- Penghargaan terhadap waktu
- Tingkat kecepatan kerja
- Disiplin waktu
|
1-5
|
Ordinal
|
5
|
3.
|
Kepuasan Kerja
(X3)
|
Sikap dari seorang pegawai terhadap pekerjaannya apakah senang atau tidak senang , positif atau negatif, persepsi yang tergantung pada outcomes intrinsik dan dapat berupa respon terhadap lingkungan, hasil pekerjaan, kepuasan terhadap kompensasi yang diterima, kesempatan untuk promosi, kepuasan dengan perlakuan atas dukungan rekan kerja (Anoraga, 2001).
|
- Sikap terhadap pekerjaan
- Pemberian kebebasan untuk mengaktualisasikan diri
- Pemberian fasilitas bekerja
- Pemberian penghargaan atas prestasi
- Tingkat kenyamanan bekerja
|
1-5
|
Ordinal
|
5
|
Dependent
| ||||||
4.
|
Kinerja
(Y)
|
Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mahsun, 2006)
|
- Keterampilan dalam menyelesaikan tugas pokok
- Tingkat Pengetahuan
- Tingkat inovasi
- Tingkat kehadiran
- Kecermatan dalam bekerja (tingkat akurasi)
|
1-5
|
Ordinal
|
5
|
3.7. Uji Reabilitas dan Validitas.
3.7.1. Uji Reabilitas.
Untuk melihat Reliabilitas masing-masing instrumen, peneliti menggunakan Koefisien Cronbach Alpha, dengan bantuan program komputerisasi Statistical Product and Service Solution(SPSS), untuk mengukur konsistensi alat-alat tersebut dalam bentuk reliability test, uji realiabilitas pada penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi apakah keseluruhan konstruk yang digunakan sudah benar atau belum.
Pengujian keandalan ditujukan untuk menguji sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Tinggi dan rendahnya keandalan digambarkan melalui koefisien reliabilitas dalam suatu angka tertentu. Dalam pengujian keandalan ini digunakan test konsistensi internal yaitu sistem pengujian terhadap kelompok tertentu, kemudian dihitung skornya dan diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok tersebut. Menurut Malhotra (2005:67) koefisien minimum yang dapat diterima yaitu di atas 0,60.
3.7.2. UjiValiditas.
Untuk pengujian Validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara statistik, yaitu dengan menggunakan uji Pearson atau product-moment dengan bantuan program komputerisasi Statistical Product and Service Solution (SPSS). Penentuan Validitas didasarkan atas perbandingan nilai korelasi yang diperoleh antara skor item dengan skor total item, dengan nilai kritis produk moment (r-tabel). Apabila nilai korelasi hitung (r-hitung) lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r-tabel pada tingkat keyakinan 95% dapat diartikan bahwa item-item pernyataan tersebut valid (Suliyanto, 2006: 149).
3.8. Pengujian Asumsi Klasik.
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu akan dilakukan pengujian terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Dalam asumsi klasik terdapat beberapa pengujian yang harus dilakukan, yakni Uji multikolonieritas, Uji Heterosastisitas, dan Uji Normalitas.
3.8.1. Pengujian Multikolinearitas.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Jika ditemukan adanya multikolineritas, maka koefisien regresi varibel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga (Ghozali, 2006:23). Salah satu metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearityadalah dengan menganalisis nilai tolerancedan lawannya variance inflation factor(VIF). Tolerance mengukur variabilitas variable independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai toleranceyang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VIF=1/ Tolerance. Nilai cut offyang dipakai untuk menunjukan adanya multikolineritas adalah nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama dengan nilai VIF lebih dari 10 (Ghozali, 2006:23).
3.8.2. Uji Heteroskedastisitas.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskesdastisitas, yakni variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain bersifat tetap (Ghozali, 2006:24).
3.8.3. Uji Normalitas.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji T dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yakni dengan analisis grafik dan uji statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (Gouzali, 2006:25).
3.9. Pengujian Hipotesis
3.9.1. Secara Simultan/Serempak (uji-F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh seluruh variabel independen dalam model terhadap variabel dependent. Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak, variabel kompetensi, budaya kerja, dan kepuasan kerja bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai maka digunakan Uji Statistik Uji F, adapun yang menjadi kriteria adalah :
H 0 : Variabel kompetensi, budaya kerja dan kepuasan kerja tidak berpengaruh secara serempak terhadap variabel kinerja pegawai.
H 1 : Variabel kompetensi, budaya kerja dan kepuasan kerja secara serempak berpengaruh terhadap kinerja.
Pengujian ini dilakukan dengan uji Statistik F dengan kriteria : Terima H 0 bila F-hitung ≤ F-tabel dan Tolak H 0 (terima H 1) bila F hitung ≥ F tabel. Dengan meggunakan SPSS akan dilihat pada tabel ANOVA ataupun dengan membandingkan sig. F dengan level of test (α) dengan ketentuan Terima bila sig. F ≥ α dan Tolak H 0 (Terima H 1) bila sig. F ≤ α.
3.9.2. Secara Parsial (uji-t)
Uji parsial ini sering disebut dengan uji t (Uji 2 arah) yang mana dengan uji ini apakah hipotesis yang digunakan diterima atau ditolak dengan ketentuan apabila hasil uji t dengan tingkat kepercayaan (confidence interval) 95% dengan α = 0,05 jika hasil t-hitung lebih besar dan t-tabel maka H 0 ditolak dan H 1 diterima, dan sebaliknya apabila t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka H 0 diterima dan H 1 ditolak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.
Inspektorat Aceh di tetapkan pada lahun 2007 dengan Qanun No. 5 dan berada dibawah naungan Gubernur Aceh yang ditugaskan untuk menginspeksi atau memeriksa di setiap instansi pemerintah maupun swasta terhadap kegiatn atau penyelewengan dana, guna meningkatkan pembangunan dan perekonomian di Aceh. lnspektorat Aceh sudah beberapa kali melakukan perubahan narna, diantaranya Inspektorat Daerah (IRDA) yang di bentuk pada tahun 1979, kemudian Inspektorat Wilayah Provinsi (ITWILPROV) pada tahun 1991, kemudian pada tahun 2001 pada Qanun No. 11 berubah nama menjadi Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dan sekarang telah dirubah kembali menjadi Inspektorat Aceh pada tahun 2008 Qanun No. 47.
Inspektorat Aceh dibentuk dengan Qanun Aceb No. 5 Tahun 2007 tentang struktur organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah dan lembaga daerah provinsi Aceh.
1.1.1. Profil.
VISI
Dengan mengacu pada misi gubernur maka adalah Visi Inspektorat Aceh adalah “Inspektorat Aceh yang profesional dan terpercaya untuk mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintah Aceh yang berkualitas dalam mengawal visi dan misi serta kebijakan Kepala Daerah”.
Profesional : Memiliki integritas dan kemampuan teknis maupun operasional dalam bidang tugasnya.
Terpercaya : Dapat diandalkan dalam pelaksanaan tugas dengan memegang teguh kode etik profesi.
Akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintah Aceh yang berkualitas :
Mengawasi penyelenggaraan Pemerintah Aceh agar dapat dilaksanakan dengan secara tertib, transparan dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Mengawal Visi dan Misi :
Mengamankan proses kebijakan dan birokrasi yang dilaksanakanoleh Kepala Daerah.
MISI
Untuk mencapai harapan yang terkandung dalam visi maka misi Inspektorat Aceh adalah :
a. Meningkatkan peran pengawas internal dalam pengendalian pelaksanaan kebijakan Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/kota.
1. Program peningkatan sistem pengawasan internanl dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah.
2. Program penataan dan penyempurnaan kebijakan sistem dan prosedur pengawasan.
b. Meningkatkan profesionalisme aparatur pengawasan.
1. Program peningkatan profesionalisme tenaga pemeriksa dan apatur pengawasan.
2. Program pelayanan administrasi perkantoran.
3. Program peningkatan sarana dan prasarana apatur.
4. Program peningatan disiplin apatur.
4.1.2. Struktur Organisasi Inspektorat Aceh.
a. Susunan Organisasi lnspektorat Aceh, terdiri dari :
i. Inspektur,
ii. Sekretariat,
iii. Inspektur Pembantu Keuangan,
iv. Inspektur Pembantu Perlengkapan,
v. Inspektur Pembantu Aparatur.
vi. Inspektur Pembantu Urusan Pemerintahan dan Khusus dan
vii. Kelompok Jabatan Fungsional.
b. Sekretariat, terdiri dari :
i. Sub Bagian Umum,
ii. Sub Bagian Program dan Pelaporan dan
iii. Sub Bagian Keuangan.
Inspektur Aceh berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari SEKDA. Sekretaniat berada dibawah dan bertanggung jawab kepada inspektorat Aceh. Para lnspektur Pembantu berada dihawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur Aceh sesuai dengan bidang tugasnya.
i. Sekretariat.
Sekretariat adalah unsur pembantu Inspektur Aceh di bidang pelayanan administrasi, umum, kepegawaian, tata laksana, keuangan, penyusunan program dan pelaporan. Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada lnspektur aceh.
Sekretariat mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan administratif, umurn, perlengkapan, peralatan, kerurnahtanggaan, perpustakaan, keuangan, kepegawaian, ketatalaksanaan, huhungan masyarakat, hukum, perundang-undangan, pelayanan administrasi, penyusunan program dan pelaporan.
Untuk menyelenggarakan tugas, Sekretariat rnernpunyai fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan urusan ketatausahaan, rumah tangga, barang inventaris, aset, perlengkapan, peralatan, pemeliharaan dan perpustakaan.
b. Pembinaan kepegawaian, organisasi, ketatalaksanaan, hukum dan perundang-undangan serta pelaksanaan hubungan masyarakat.
c. Pengelolaan administrasi keuangan.
d. Penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang.
e. Penyusunan rencana anggaran yang bersumber dan APBA, APBN dan sumber lainnya.
f. Penyusunan rencana strategi, laporan akuntabilitas kinerja dan rencana kinerja lnspektorat Aceh.
g. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh lnspektur Aceh sesuai dengan tugas dan fungsi.
Sekretariat terdiri dari :
a. Sub Bagian Umum,
b. Sub Bagian Program dan Laporan dan
c. Sub Bagian Keuagan.
Masing-masing Sub Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.
Sub Bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan ketatausahaan, rumah tangga, barang inventaris, aset, perlengkapan, peralatan, pemeliharaan dan perpustakaan kepegawaian, organisasi, ketatalaksanaan, hukum dan perundang-undangan, pelaksanaan hubungan masyarakat dan protokoler.
Sub Bagian Program dan Pelaporan rnempunyai tugas melakukan pengumpulan data dan informasi, program kerja tahunan, jangka menegah, jangka panjang, rencana anggaran yang bersumber dan APBA, APBN dan sumber lainnya, rencana strategis, laporan akuntabilitas kinerja dan pelaporan.
Sub Bagian Keuangan rnempunyai tugas melakukan pengelolaan administrasi keuangan, verifikasi, pembendaharaan, pembukuan, pelaporan realisasi fisik dan keuangan di lingkungan Inspektorat Aceh.
ii. Inspektorat Pembantu Keuangan.
Inspektur Pembantu keuangan adalah unsur pelaksanaan teknis pengawasan di bidang pengelolahan keuangan, inspektur Pembantu Keuangan dipimpin oleh seorang inspektur Pembantu yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Inspektur Aceh.
Inspektur Pembantu Keuangan mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap satuan kerja perangkat aceh, kabupaten/kota, badan usaha milik provinsi dan kabupaten/kota di bidang pengelolaan keuangan.
Untuk menyelenggarakan tugas Bidang Pembantu Keuangan mempunyai fungsi, yaitu :
a. Perencanaan program pengawasan dibidang keuangan,
b. Pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah.
c. Keuangan dekonsentrasi dan kenangan pembantuan.
d. Pelaksanaan pengawasan terhadap pengelola keuangan satuan kerja perangkat aceh dan kabupaten/kota.
e. Pelaksanaan pengawasan terhadap bantuan keuangan pada badan usaha milik provinsi dan kabupaten/kota,
f. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan atau lembaga terkait di bidang pengawasan keuangan.
g. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Inspektur Aceh sesuai dengan tugas-tugas dan fungsi.
iii. Inspektur Pembantu Perlengkapan.
Inspektur Pembantu Perlengkapan adalah unsur pelaksanaan teknis pengawasan di bidang pengelolaan asset dan kekayaan. Inspektur Pembantu Perlengkapan dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Inspektur Aceh.
Inspektur Pembantu Perlengkapan mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap satuan kerja perangkat aceh, kabupaten/kota, badan usaha milik provinsi dan kabupaten/kota di bidang pengelolaan asset dan kekayaan.
Untuk menyelenggarakan tugas Inspektur Pembantu Perlengkapan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Perencanaan program pengawasan di bidang pengelolaan asset dan kekayaan.
b. Pelaksanaan pengawasan terhadap tugas-tugas pengelolaan asset kekayaan,
c. Pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan asset dan kekayaan satuan kerja perangkat aceh dan kabupaten/kota,
d. Pelaksanaan pengawasan terhadap asset dan kekayaan pada badan usaha milik provinsi dan kabupaten/kota.
e. Pelaksanaan koordinasi dengan intansi dan atau lembaga terkait lainnya di bidang pengelolaan asset dan kekayaan dan
f. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh inspektur Aceh sesuai dengan tugas dan fungsinya.
iv. Inspektur Pembantu Aparatur.
Inspektur Pembantu Aparatur adalah unsur pelaksana teknis pengawasan di bidang Aparatur. Inspektur Pembantu Aparatur dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Inspektur Aceh.
Inspektur Pembantu Aparatur mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap satuan kerja perangkat Aceh, kabupaten/kota, badan usaha milik provinsi dan kabupaten/kota di bidang pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pendayagunaan Aparatur.
Untuk menyelenggarakan tugas, Inspektur Pembantu Aparatur mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Perancanaan program pengawasan dibidang Aparatur,
b. Pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pendayagunaan Aparatur,
c. Pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pendayagunaan Aparatur pada satuan kerja perangkat aceh dan kabupaten/kota,
d. Pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pendayagunaan Aparatur pada badan usaha milik provinsi kabupaten/kota,
e. Pelaksanaan koordinasi dan instansi dan atau lembaga terkait lainnya dibidang administrasi kepegawaian dan pendayagunaan Aparatur dan
f. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh inspektur Aceh sesuai dengan tugas dan fungsinya.
v. Inspektur Pernbantu Urusan Pemerintahan dan Khusus.
Inspektur Pembantu Urusan Pemerintahan dan Khusus adalah unsur pelaksanaan teknis pengawasan dibidang penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan khususan lainnya. Inspektur Pembantu Urusan Pemerintahan dan Khusus dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu yang berada berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur Aceh.
Inspektur Pembantu Urusan Pemerintahan dan Khusus mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi, kabupaten/kota dan urusan khususan lainnya.
vi. Kelompok Jabatan Fungsional dan Kepegawaian Inspektorat Aceh
1. Fungsional
Kelompok jabatan fungsional rnempunyai tugas rnelaksanakan sebagian tugas Pemerintahan Daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok jabatan fiugsional terdiri dari sejumlah tenaga, dalarn jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior yang ditunjukkan oleh Gubenrnr dan bertanggung jawab kepada Inspektur Inspektorat Aceh atau Kepala Satuan atau Kepala Kantor.
Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja, jenis dan jenjang jahatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang herlaku.
2. Kepegawaian.
Inspektur Aceh, Kepala Satuan, Kepala Kantor, Seketaris, Kepala Bagian, Inspektur Pembantu, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi diangkat dan dihentikan oleh Gubernur. Unsur-unsur lain di Inspektorat Aceh, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah serta Kantor Penghuhung Pemerintah Aceh diangkat dan diberhentikan oleh SEKDA atas pelimpahan kewenangan dan Gubernur, dengan memperhatikan usul dan pertimbangan secara tertulis dan Inspettur Aceh atau Kepala Satuan atau Kepaia Kantor.
Jenjang kepangkatan dan formasi kepegawaian ditetapkan sebagai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Eselon jabatan pada Inspektorat Aceh, adalah sebagai berikut :
a. Inspektur Aceh : Eselon (II/a)
b. Kepala Satuan : Eselon (II/b)
c. Kepala Kantor : Eselon (III/a)
d. Sekretaris : Eselon (III/a)
e. Kepala Bagian : Eselon (III/a)
f. Inspektur Pembantu : Eselon (III/a)
g. Kepala Bidang : Eselon (III/a)
h. Kepala Sub Bagian : Eselon (IV/a)
i. Kepala Seksi : Eselon (IV/a)
4.1.3. Tugas, Fungsi Dan Wewenang Inspektorat Aceh.
1. Tugas Inspektorat Aceh.
a. Melaksanakan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota,
b. Menyelenggarakan pengawasan pemerintahan di daerah provinsi dan
c. Menyelenggarakan pembinaan pengawasan pemerintahan di kabupaten /kota.
2. Tata Kerja Inspektorat Aceh.
Dalarn melaksanakan tugasnya inspektur Aceh, Kepala Satuan, Kepala Kantor, Sekretaris, Kepala Bagian, Inspektur Pembantu, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi wajib menerapkan prinsip Koordinasi, intergrasi, Sinkronisasi dan Simplikasi baik intern maupun antara unit organisasi lainnya, sesuai dengan tugas pokok masing-masing.
Setiap pimpinan satuan unit kerja di lingkungan kerja Inspektorat Aceh, wajib melaksanakan pengawasan melekat, sesuai dengan pasal 67 yaitu :
a. Dalam Inspektur Aceh tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Inspektur Aceh dapat menunjukkan Sekretaris atau salah seorang Inspektur Pembantu untuk mewakilinya,
b. Dalam hal Kepala Satuan tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Satuan dapat menunjuk Kepala Bagian atau salah seorang Kepala Seksi untuk mewakilinya.
c. Dalarn hal Kepala Kantor tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Kantor dapat menunjukkan Kepala Sub Bagian atau salah seorang Kepala Seksi untuk mewakilinya,
d. Dalam hal Sekretaris tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Inspektur Aceh dapat menunjukkan salah seorang Kepala Sub Bagian untuk mewakili Sekretaris,
e. Dalam hal Kepala Bagian tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Inspektur Aceh dapat menunjukkan salah seorang Kepala Sub Bagian untuk mewakili Kepala Bagian dan
f. Dalam hal Kepala Bidang tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Satuan dapat menunjuk salah seorang Kepala Seksi untuk mewakili Kepala Bidang.
3. Kewenangan Inspektorat Aceh.
a. Merumuskan kebijakan teknis pengawasan fungsional,
b. Melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan Kabupaten Kota,
c. Mengkoordinasikan penyusunan rencana pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota,
d. Melakukan pembinaan terhadap Inspektorat Kabupaten Kota.
e. Melakukan pemeriksaan atas laporan/pengaduan rnasyarakat mengenai dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat pemerintah di lingkungan Pemerintah Aceh dan kabupaten kota.
f. Melakukan pengusutan atas dugaan adanya korupsi, kolusi dan nepotisme,
g. Melakukan review atas laporan keuangan dan kinerja Pemerintahan Aceh,
h. Melakukan pemeriksaan atas berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota.
i. Melakukan evaluasi atas laporan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Aceh,
j. Melakukan penilaian atas manfaat dan keherhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota,
k. Melakukan evaluasi atas hasil pemeriksaan Aparat Pengawas Fungsional Kabupaten/Kota.
l. Memberikan pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan dan
m. Melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI, Itjen Kemdagri, Itjen Kementrian/LPND dan Inspektorat Aceh.
4. Tugas Pokok dan Fungsi
Inspektur Aceh mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan kabupaten kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di kabupaten/kota.
Untuk menyeleggarakan tugas, inspektur Aceh mempunyai fungsi, yaitu :
a. Pelaksaan urusan ketatausahaan inspektorat,
b. Penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka pendek.
c. Perencanaan program pengawasan,
d. Pembinaan fungsional auditor pengawas kabupaten/kota,
e. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan,
f. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian. dan penilaian tugas pengawasan.
g. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan atau lembaga terkait lainnya di bidang pengawasan dan
h. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.2. Karakteristik Responden.
Karakteristik Responden menggambarkan identitas responden yang dilihat dari segi umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja yang di peroleh dari hasil pengedaran kuesioner pada 31 orang responden karyawan. Untuk lebih jelasnya karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.1 :
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
No
|
Uraian
|
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
| |
1
|
Umur
| |||||
v 26-30 Tahun
|
5
|
16.1
|
16.1
|
16.1
| ||
v 31-35 Tahun
|
8
|
25.8
|
25.8
|
41.9
| ||
v 36-40 Tahun
|
6
|
19.4
|
19.4
|
61.3
| ||
v >40 Tahun
|
12
|
38.7
|
38.7
|
100.0
| ||
2
|
Jenis Kelamin
| |||||
v laki-laki
|
13
|
41.9
|
41.9
|
41.9
| ||
v wanita
|
18
|
58.1
|
58.1
|
100.0
| ||
3
|
Status Perkawinan
| |||||
v Belum Menikah
|
3
|
9.7
|
9.7
|
90.3
| ||
v Menikah
|
25
|
80.6
|
80.6
|
80.6
| ||
v Janda/Duda
|
3
|
9.7
|
9.7
|
100.0
| ||
4
|
Tingkat Pendidikan
| |||||
v SLTA
|
6
|
19.4
|
19.4
|
19.4
| ||
v Diploma III
|
1
|
3.2
|
3.2
|
22.6
| ||
v Sarjana (S1)
|
19
|
61.3
|
61.3
|
83.9
| ||
v Pascasarjana (S2)
|
5
|
16.1
|
16.1
|
100.0
| ||
5.
|
Masa Kerja
| |||||
v > 6 Tahun
|
7
|
22.6
|
22.6
|
22.6
| ||
v 6-10 Tahun
|
7
|
22.6
|
22.6
|
45.2
| ||
v 11-15 Tahun
|
6
|
19.4
|
19.4
|
64.5
| ||
v 16-20 Tahun
|
4
|
12.9
|
12.9
|
77.4
| ||
v > 21 Tahun
|
7
|
22.6
|
22.6
|
100.0
| ||
Sumber : Data Primer (diolah) 2014
Dari hasil penelitian terhadap 31 pegawai Inspektorat Aceh yang tersaji pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 5 orang (16.1%) berusia 26-30 tahun, sebanyak 8 orang (25.8%) 31-35 tahun, sebanyak 6 orang (19.4%) 36-40 tahun.Dan sebanyak 12 (38.7) > 40 Tahun.
Dilihat dari jenis kelamin diuraikan bahwa 13 Orang (41.9%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 18 orang (58.1%) berjenis kelamin wanita. Dan ditinjau dari status perkawinan sebanyak 25 orang (80.6%) berstatus sudah Menikah dan sebanyak 3 orang (9.7%) berstatus belum menikah dan sebanyak 3 (9.7%) berstatus Janda/Duda.
Berdasarkan dari tingkat pendidikan sebanyak 6 orang (19.4%) berpendidikan terakhir SLTA, sebanyak 1 orang (3.2%) berpendidikan terakhir Diploma III, sebanyak 19 orang (61.3%) berpendidikan Sarjana (S1), dan sebanyak 5 orang (16.1%) berpendidikan Pascasarjana (S2). Dan mengenai tentang masa kerja selama > 6 tahun sebanyak 7 orang (22.6%), masa kerja 6-10 tahun sebanyak 7 orang (22.6%), dan masa kerja selama 11-15 tahun 6 orang (19.4%). Masa kerja 16-20 tahun sebanyak 4 orang (12.9%) dan masa kerja > 21 tahun sebanyak 7 orang (22.6%).
4.3. Hasil Uji Validitas.
Berdasarkan tabel dibawah dapat dijelaskan bahwa semua variabel digunakan dalam penelitian ini semuanya dinyatakan valid karena mempunyai nilai korelasi diatas nilai kritis 5% yaitu 0,344 ( Lihat tabel nilai krisis korelasi R Product-moment untuk n = 50 pada lampiran), sehingga pernyataan-pernyataan tersebut adalah signifikan dan memiliki validitas konstruk atau dalam bahasa statistik terdapat konsistensi internal (internal consistence) yang berarti pernyataan-pernyataan tersebut mengukur aspek yang sama. Ini berarti bahwa data yang diperoleh adalah valid dan dapat dipergunakan untuk penelitian. Sebagaimana dijelaskan pada tabel4.3 dibawah ini :
Tabel 4.2
Uji Validitas
No Pernyataan
|
Variabel
|
Butir
|
Koefisien Korelasi
|
Nilai Kritis 5%
(N=31)
|
1
|
Kompetensi (X1)
|
A1
|
0. 836
|
0.344
|
A2
|
0. 703
| |||
A3
|
0. 711
| |||
A4
|
0. 727
| |||
A5
|
0. 601
| |||
2
|
Budaya Kerja (X2)
|
B1
|
0. 663
| |
B2
|
0. 698
| |||
B3
|
0. 744
| |||
B4
|
0. 813
| |||
B5
|
0. 675
| |||
3
|
Kepuasan Kerja (X3)
|
C1
|
0. 751
| |
C2
|
0. 625
| |||
C3
|
0. 809
| |||
C4
|
0. 629
| |||
C5
|
0. 831
| |||
4
|
Kinerja (Y)
|
Y1
|
0.836
| |
Y2
|
0.868
| |||
Y3
|
0.699
| |||
Y4
|
0.724
| |||
Y5
|
0.656
|
Sumber : Data Primer, 2014 (Diolah)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dijelaskan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini semuanya dinyatakan valid karena mempunyai nilai korelasi diatas nilai kritis sebesar 0.344, sehingga semua pertanyaan yang terkandung dalam kuesioner penelitian ini dinyatakan valid untuk dilanjutkan penelitian yang lebih mendalam, karena tidak ditemukan adanya variabel yang tidak konsiten.
4.4. Uji Reliabilitas.
Untuk menilai kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas berdasarkan Cronbach Alpha yang lazim digunakan untuk pengujian kuesioner dalam penelitian ilmu sosial. Analisis ini digunakan untuk menafsirkan korelasi antara skala yang dibuat dengan skala variabel yang ada. Malhotra (2005:268) menyatakan, koefisien atau nilai Cronbach Alpha yang dapat diterima di atas 0,60. Untuk lebih jelas besarnya nilai alpha pada masing-masing variabel, lihat Tabel 4.3 :
Tabel 4.3
Reliabilitas Variabel Penelitian (Alpha)
No
|
Variabel
|
Rata-Rata
|
Jumlah Variabel
|
Nilai Alpha
|
Keterangan
|
1
|
Kopentensi (X1)
|
3.495
|
5
|
0.766
|
Handal
|
2
|
Budaya Kerja (X2)
|
3.832
|
5
|
0.755
|
Handal
|
3
|
Kepuasan Kerja (X3)
|
4.245
|
5
|
0.769
|
Handal
|
4
|
Kinerja (Y)
|
3.848
|
5
|
0.815
|
Handal
|
Sumber : Data Primer 2014(diolah).
Berdasarkan tabel diatas analisis reliabilitas dapat diketahui bahwa alpha untuk masing-masing variabel Kompentensi (X1) diperoleh nilai alpha sebesar 0.766% , untuk Budaya Kerja(X2) diperoleh nilai alpha sebesar 0.755 %, dan untuk Kepuasan Kerja (X3) diperoleh nilai alpha sebesar 0.769%, dan sedangkanuntuk Kinerja (Y) diperoleh nilai alpha sebesar 0.815 %. Dengan demikian reliabilitas terhadap variabel penelitian menunjukkan bahwa pengukuran variabel penelitian memenuhi kredibilitas croanbach alpha dimana nilainya lebih besar dari alpha 0.60%.
BAB VI
PENUTUP
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan dalam bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan dan direkomendasikan saran sebagai berikut :
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Koefisien korelasi (R) = 0.947 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 94.7%. Artinya Kompetensi (X1), Budaya Kerja (X2), dan Kepuasan Kerja (X3) mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap besarnya Kinerja Pegawai pada kantor Inspektorat Aceh.
2. Koefisien determinasi (R²) 0.886 dimana dengan nilai tersebut terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 88.6% dan selebihnyadipengaruhi oleh variabel lainnya diluar model penelitian ini.
3. Fhitung > Ftabelsebesar 78.404 > 2.91 dengan signifikan 0.000 hasil perhitungan ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa menerima hipotesis alternative(Ha)dan menolak hipotesis nol(Ho). Artinya bahwa variabel Kompetensi (X1), Budaya Kerja (X2) dan Kepuasan Kerja (X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai pada kantor Inspektorat Aceh. Menunjukkan secara keseluruhan responden menyatakan setuju terhadap indikator yang diteliti. Dengan demikian variabel yang diteliti mempunyai pengaruh signifikan dalam mempengaruhi Kinerja Pegawai pada kantor Inspektorat Aceh.
4. Secara simultan maupun secara parsial, Kompetensi, Budaya Kerja dan Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai pada kantor Inspektorat Aceh.
6.2. Saran
1. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan faktor kompetensi (x1), budaya kerja (x2), dan kepuasan kerja (x3), sama-sama mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kinerja pagawai pada Kantor Inspektorat Aceh.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan agar lebih memperhatikan kuesioner agar tidak terjadi multikolineritas yang menyebabkan variabel penaksir cenderung menjadi terlalu besar sehingga thitung menjadi terlalu kecil dan tidak signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji (2009) Psikologi Kerja. Jakarta.: Rineka Cipta
As’ad, Moh (2008) Psikokgi Industri. Yogyakarta: Liberty
Arikunto, Suharsinfi (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakatta: Ririeka Cipta.
Dharma, Surya. 2005, Manajernen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya, Penerbit Pustaka Pelajar, Jakarta.
Furtwengler, Dale. 2002, Penilaian Kinerja, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Handoko, T. Hani (2001 dan 2008) Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi II, Cetakan keempat belas, Yogyakarta: BPFE
Hutapea, Parulian. 2008, Kompetensi Plus Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang dinamis, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mahsun, Mohammad. 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Malhotra, Naresh K (2005) Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan, Alih Bahasa. Rusyadi Maryam, Edisi. Keempat, Jakarta: Indeks
Mangkunegara. Anwar, Prabu 2006, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, Penerbit Refika Aditama, Bandung.
Mason dan Lind. 1999, Teknik Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi, Jilid 2, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Muljadi, Arif. 2006, Pokok-pokok dan Ikthisar Manajemen Strategik Perencanaan dan Manajemen Kinerja, Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.
Robbins, Stephen (2003 dan 2009) Perilaku Organisasi. Jilid 1, Versi Bahasa Indonesia, Edisi kedelapan, Jakarta: PT. Prenhallindo
Sedarmayanti (2009) Sumber Duya Manusia dun Produktivitas Kerja, Bandung: Mandar Maju.
Suliyanto (2006) Metode Riset Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Gering, Supriyadi dan Triguno (2001, 2003 dan 2008). Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Bahan Ajar Diklat Prajabatab Golongan III, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Deddy, Mulyana dan Jalaluddin, Rakhmat. (2006). Komunikasi Antar Budaya, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, SP, (1996). Perilaku Organisasi: Konsep Kontroversi, Aplikasi. Ed Indonesia, Jakarta: PT. Prenhallindo.
Saydam Ghozali, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Toko Buku Gunung Agung.
#CONTOH SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR INSPEKTORAT ACEH
DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA => DISINI <=