Makalah Azaz Hukum Pelaksanaan Putusan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan putusan pengadilan adalah realisasi dari apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi , yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan. Pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap harus dilaksanakan suka rela oleh pihak yang dihukum (dikalahkan), jika tidak dilaksanakan maka akan dilakukan secara paksa oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 60 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg)
Macam-macam pelaksanaan putusan :
1. Pelaksanaan putusan yang menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang, diatur dalam Pasal 197 HIR/Pasal 208 RBg, yaitu dengan cara melakukan penjualan lelang terhadap barang-barang milik pihak yang kalah perkara, sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan pengadilan yang dilaksanakan, ditambah biaya yang dikeluarkan guna pelaksanaan putusan tersebut.
2. Pelaksanaan putusan yang menghukum seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, pelaksanaan putusan ini diatur pada Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg, yang menentukan bahwa apabila seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukan perbuatan itu dalam tenggang waktu yang ditentukan, pihak yang dimenangkan dalam putusan itu dapat meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri agar perbuatan yang sedianya dilakukan/dilaksanakan oleh pihak yang kalah perkara itu dinilai dengan sejumlah uang.
3. Pelaksanaan putusan yang menghukum seseorang untuk mengosongkan barang tetap. Pelaksanaan putusan ini sering disebut dengan istilah eksekusi riil. Eksekusi riil ini tidak diatur dalam HIR maupun RBg tetapi banyak dilakukan dalam praktek.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan Dan Macam-Macam Putusan
Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.
Di bawah ini merupakan pengertian putusan hakim atau pengadilan menurut:
1. Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H., merumuskan bahwa keputusan hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat akibat-akibatnya.
2. Bab I pasal 1 angka 5 Rancangan Undang-undang Hukum Acara Perdata menyebutkan putusan pengadilan adalah : suatu putusan oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan di persidangan serta bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu gugatan.
3. Ridwan Syahrani, S.H. memberi batasan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata.
4. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., memberi batasan putusan hakim adalah : suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5/1959 tanggal 20 April 1959 dan No. 1/1962 tanggal 7 Maret 1962 menginstuksikan kepada para hakim agar pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan, konsep putusan harus telah dipersiapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi putusan yang diucapkan hakim di depan persidangan yang terbuka untuk umum dengan yang tertulis.
Putusan hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum bila hal tersebut tidak dilaksanakan maka terhadap putusan tersebut terancam batal, akan tetapi untuk penetapan hal tersebut tidak perlu dilakukan .
Setiap putusan hakim harus dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh ketua sidang dan panitera yang memeriksa perkara tersebut. Berdasarkan pasal 187 HIR apabila ketua sidang berhalangan menandatangani maka putusan itu harus ditandatangani oleh hakim anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus perkaranya, sednangkan apabila panitera yang berhalangan maka untuk hal tersebut cukup dicatat saja dalam berita acara.
Setiap putusan hakim harus dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh ketua sidang dan panitera yang memeriksa perkara tersebut. Berdasarkan pasal 187 HIR apabila ketua sidang berhalangan menandatangani maka putusan itu harus ditandatangani oleh hakim anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus perkaranya, sednangkan apabila panitera yang berhalangan maka untuk hal tersebut cukup dicatat saja dalam berita acara.
Berdasarkan pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus berisi :
a. Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban.
b. Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim.
c. Keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara.
d. Keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu dijatuhkan.
e. Kalau keputusan itu didasarkan atas suatu undang-undang, ini harus disebutkan.
f. Tandatangan hakim dan panitera.
Berdasarkan pasal 23 UU No. 14/1970, isi keputusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari perturan–peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
1. Bagian Putusan
Hasil akhir dari pemeriksaan perkara di pengadilan karena adanya gugatan dari salah satu pihak adalah putusan. Lain halnya dengan permohonan yang hasil akhirnya adalah penetapan. Perkara permohonan hanya mengenal pemohon saja dan tidak ada pihak lain sebagai lawan.
Suatu putusan pengadilan pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
a. Kepala Putusan
Setiap putusan pengadilan harus mempunyai kepala putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1) UU No. 14/1970). Tulisan tersebutlah yang membuat suatu putusan mempunyai kekuatan eksekutorial, karena bila dapat suatu putusan tidak terdapat tulisan tersebut maka putusan pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan (Pasal 224 HIR).
b. Identitas Para Pihak Yang Berperkara
Dalam putusan pengadilan identitas para pihak yang berperkara harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta nama kuasanya bila yang bersangkutan mengkuasakan kepada orang lain.
c. Pertimbangan (Konsideran)
Bagian ini merupakan dasar dari suatu putusan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu, pertimbangan tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden) adalah tentang apa yang terjadi di depan pengadilan seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap dan pertimbangan hukum (rechts gronden) yang menentukan nilai dari suatu putusan.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 638 k/Sip/1969, tanggal 22 Juli 1970 jo No. 492 k/Sip/1970, tanggal 16 Desember 1970, menyatakan bahwa jika suatu putusan pengadilan kurang cukup pertimbangannya, hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk mengajukan kasasi yang berakibat batalnya putusan tersebut.Sedangkan putusan MARI No. 372 k/Sip/1970, tangal 1 September 1971 menyatakan bahwa putusan pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan.
d. Amar Putusan (Dictum)
Putusan MARI No. 104 k/Sip/1968, menyatakan bahwa hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan, baik dalam kopensi maupun dalam rekopensi, bila tidak maka putusan tersebut harus dibatalkan. Walaupun demikian hakim tidak boleh menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak di tuntut (pasal 178 HIR, MARI No. 399 k/Sip/1969 tanggal 21 Februari 1970 dan MARI No. 1245 k/Sip/1974, tanggal 9 November 1976).
2. Penggolongan Putusan
Putusan dapat di golongkan menjadi :
a. Putusan Sela (Tussenvonnis)
Merupakan putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan dalam sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan. Terhadap salinan otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat memperolehnya dari berita acara yang memuat putusan sela tersebut.
Dalam hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan sela yaitu :
a) Putusan Preparatoir
Dalam hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan sela yaitu :
a) Putusan Preparatoir
Adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b) Putusan Interlocutoir
Adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi putusan akhir.
c) Putusan Incidentieel
Adalah putusan yang berhubungan dengan insiden, yitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
d) Putusan Provisionieel
Adalah putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
b. Putusan Akhir (Eindvonnis)
Merupakan putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu. Putusan akhir menurut sifat amarnya (dictumnya), dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
1) Putusan Declaratoir
Adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
2) Putusan Constitutief
Adalah putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
3) Putusan Condemnatoir
Adalah putusan yang bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
Dalam praktek sehari-hari dalam suatu putusan akhir terdapat beberapa jenis sifat putusan, seperti gabungan antara putusan yang bersifat declaratoir dan condemnatoir atau antara putusan yang bersifat declaratoir dan consitutif dan sebagainya.
B. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
1. Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
2. Jenis-Jenis Upaya Hukum
KUHP membedakan upaya hukum menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa.
a. Upaya Hukum Biasa
Adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para hakim sebelum putusan memiliki kekuatan hokum yang tetap. Upaya hukum biasa terdiri dari tiga bagian (didalam KUHP hanya diatur mengenai banding dan kasasi) , yaitu :
1) Upaya Hukum Verzet
Verzet ialah upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan dalam kasus tidak hadirnya tergugat di persidangan walau sudah dipanggil secara patut) yang hanya menyangkut perampasan kemerdekaan terdakwa. Tidak seperti putusan biasa yang dapat dimintakan Banding, terhadap putusan verstek hanya dapat dimintakan verzet. Dalam putusan MA no. 1936 K/Pdt/1984, antara lain ditegaskan bahwa permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima karena upaya hukum terhadap verstek adalah verzet.
Verztek atau perlawanan merupakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh tergugat yang dikalahkan dalam putusan di luar hadir.
Bagi penggugat dalam putusan verstek upaya hukum yang dapat digunakan adalah banding.
Bagi penggugat dalam putusan verstek upaya hukum yang dapat digunakan adalah banding.
2) Upaya Hukum Banding
Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama. Yang merupakan Pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Agama (PA), sedangkan yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi Agama (PTA)/Pengadilan Tinggi Umum (PTU). (pasal 6 UU No.7/1989). Putusan Pengadilan yang bisa diajukan banding adalah :
- Putusan yang bersifat pemidanaan.
- Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum.
- Putusan dalam perkara cepat yang menyangkut perampasan kemerdekaan terdakwa.
- Putusan pengadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidik atau penuntutan.
Adapun yang merupakan syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
Adapun yang merupakan syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
- Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
- Diajukan dalam masa tenggang waktu banding.
- Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
- Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo.
- Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding.
Untuk pemeriksaan tingkat banding dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang berperkara. Pihak lain di luar yang berperkara tidak berhak mengajukan banding (pasal 6 UU No. 20/1947), kecuali kuasa hukumnya. Untuk masa tenggang waktu penajuan banding di tetapkan sebagai berikut : bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan. Sedangkan bagi pihak yang bertempat tinggal di luar hukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandinya ialah 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan. (pasal 7 UU No. 20/1947).
3) Upaya Hukum Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalm melaksanakan peradilan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hokum, kasasi memiliki arti sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hokum, kasasi memiliki arti sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan.
Syarat-syarat kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu sebagai berikut :
- Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
- Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
- Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut huku dapat dimintakan kasasi.
- Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).
- Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47).
4) Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”, Mr. M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening sebagai berikut : itu adalah sebagai jalan untuk memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang merugikan si terhukum…, kalau perbaikan itu hendak dilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui oleh hakim itu…, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan putusan lain.
Dalam buku yang lain menyatakan bahwa peninjauan kembali atau biasa disebut Request Civiel adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.
Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh undang-undang terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 21 UU No. 14/1970).
C. Syarat-Syarat Pelaksanaan Putusan Hakim
Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :
1. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang.
2. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
3. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap.
4. Eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang.
Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :
1. Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :
a. Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu.
b. Pelaksanaan putusan provinsi.
c. Pelaksanaan akta perdamaian.
d. Pelaksanaan Grose Akta.
2. Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh ketua pengadilan.
3. Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi.
4. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan.
Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut:
Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut:
D. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim
Pelaksanaan putusan /eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan. Dan putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) . Putusan yang sudah berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum verzet, banding, dan kasasi.
Putusan yang memerlukan eksekusi adalah putusan yang bersifat condemnatoir, sedangkan putusan yang bersifat declataroir dan constitutive tidak memerlukan eksekusi. Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau terhadap putusan yang mengabulkan tuntutan dapat dilaksanakannya putusan terlebih dahulu
Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dapat melaksanakan segala putusan yang dijatuhkannya secara mandiri tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Hal ini berlaku setelah ditetapkannya UU No. 7/1989. Dan sebagai akibat dari ketentuan UU Peradilan Agama diatas adalah:
a. Ketentuan tentang eksekutoir verklaring dan pengukuhan oleh Pengadilan Negeri dihapuskan.
b. Pada setiap Pengadilan Agama diadakan Juru Sita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya. Pelaksanaan putusan hakim dapat Secara sukarela, atau Secara paksa dengan menggunakan alat Negara, apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan secara sukarela. Semua keputusan pengadilan mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh alat-alat Negara .Keputusan pengadilan bersifat eksekutorial adalah karena pada bagian kepala keputusannya berbunyi “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”.
DAFTAR PUSTAKA
Supramono, Gatot. 1998. Surat Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal Demi Hukum. Jakarta: PT. Djambatan
Sutarto, Suryono. 2003. Hukum Acara Pidana I. Semarang: Universitas Diponegoro ----- 2004. Hukum Acara Pidana II. Semarang: Universitas Diponegoro
Makalah Azaz Hukum Pelaksanaan Putusan
Download File Lengkapnya => DISINI <=