Penerimaan KB Pada Masyarakat Ekonomi Lemah dan Masyarakat Ekonomi Tinggi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah terpenting yang dihadapi oleh negara berkembang, seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk.Ledakan penduduk mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang pesat, hal ini karena minimnya pengetahuan serta pola budaya pada masyarakat setempat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Indonesia telah menerapkan program keluarga berencana (KB) yang dimulai sejak tahun 1968 dengan mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Gerakan Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk mengontrol laju pertumbuhan penduduk dan juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Hartanto, 2004).
Visi Keluarga Berencana Nasional adalah “Keluarga Berkualitas” yaitu keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga.(Sarwono, 2006).
Program KB secara Nasional berkaitan erat dengan program Nasional di bidang kesehatan, karena program KB Nasional bersifat mendukung dan mempunyai sasaran serupa dengan program kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keluarga Berencana (KB)
1. Definisi Keluarga Berencana
Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010).
Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Hartanto, 2004, KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga.
2. Tujuan Keluarga Berencana
Secara umum tujuan lima tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi program KB adalah membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB nasional yang kuat dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2015 dapat tercapai. Secara filosofis tujuan program KB adalah:
a. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
b. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. (Handayani, 2010).
3. Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasarang langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Yang termasuk sasaran langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan keluarga sejahtera. (Handayani, 2010).
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi program KB di Indonesia
a. Sosial Ekonomi
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan program KB tidak terlepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.
Dengan suksesnya program KB maka perekonomian suatu negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.
b. Budaya
Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah satu pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia pelayanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah 13memperlihatkan bahwa metode kelender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa pasangan suami istri yang berpendidikan menginginkan KB yang efektif dengan efek samping yang sedikit.
d. Agama
Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode KB. Sebagai contoh penganut khatolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka pada KB alamiah. Sebagai pemimpin Islam mengklaim bahwa seterilisasi dilarang sedangkan sebagian lain mengijinkan. Walaupun agama Islam tidak melarang kontrasepsi secara umum, para akseptor KB mungkin berpendapat bahwa pola pendarahan yang tidak teratur disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang untuk sembahyang.
e. Status wanita
Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh dan menggunakan metode kontrasepsi. Di daerah - daerah yang status wanitanya meningkat, sebagian wanita memiliki pemasukan yang lebih besar untuk membayar metode-metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam mengambil keputusan. Juga daerah yang wanitanya lebih dihargai, mungkin hanya dapat sedikit pembatasan dalam memperoleh berbagai metode, misalnya peraturan yang mengharuskan persetujuan suami sebelum layanan KB dapat diperoleh (Handayani, 2010)
B. Kurangnya Penerimaan Program Keluarga Berencana Oleh Masyarakat
Program Keluarga Berencana (KB) tidak semua masyarakat mau menjalankan masih ada pasangan usia subur yang tidak menerima program ini, hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan ibu, sikap, jumlah anak, dukungan suami (Paulina, 2009). Salah satu yang mempengaruhi kurangnya penerimaan pemakaian KB salah satunya tingkat pendidikan keluarga dan faktor pendukung lainnya, dimana pendidikan keluarga berhubungan dengan pekerjaan keluarga dan dari pekerjaan itu ia akan mendapatkan upah berupa gaji yang disebut penghasilan keluarga. KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pendidikan dan pekerjaan kurang maka pemerimaan kepatuhan menjalani program KB juga akan berkurang karena kurang nya penghasilan keluarga (Paulina, 2009
C. Gagalnya Program Keluarga Berencana Di Masyarakat Berekonomi Lemah
Nilai-nilai keluarga kecil bahagia sejahtera yang berslogan "Dua Anak Cukup" tampaknya belum menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya mereka-mereka yang memiliki tingkat sosial rendah, atau pun keluarga yang tingkat ekonominya lemah. Tak dipungkiri, menginternalisasikan nilai-nilai keluarga kecil di tengah-tengah masyarakat bukanlah yang gampang. Ini bisa dimaklumi karena di antara masyarakat yang majemuk, setiap keluarga mempunyai nilai budaya dan kepercayaan sendiri-sendiri terhadap bentuk keluarga serta nilai anak yang terkadang kontra produktif terhadap norma keluarga kecil ini.
Apalagi masih banyak masyarakat yang tetap memegang prinsip "banyak anak banyak rezeki". Padahal di negara maju, kesadaran akan norma keluarga kecil, bahagia, sehat, dan sejahtera merupakan hal yang sangat mendasar. Sementara di Indonesia, kesadaran tersebut masih sangat rendah.
Menurut Emilia Ramadhani SSos SPsi, norma keluarga kecil bahagia bisa diwujudkan jika setiap keluarga memiliki kesadaran berupa motivasi menciptakan keluarga dengan fertilitas rendah, yang berujung pada terbentuknya keluarga kecil. "Sebenarnya masyarakat Indonesia sudah menyadari dan sudah sadar akan pentingnya keluarga berencana. Hanya saja untuk sebagian masyarakat masih belum mengerti, atau sudah mengerti tapi belum menjalankannya," katanya kepada MedanBisnis beberapa waktu lalu. Umumnya, lanjut Emilia, gagalnya program keluarga berencana ini lebih banyak di tingkat masyarakat yang berstatus sosial rendah dan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, meskipun sebagian dari mereka ada juga yang menjalankan program dari pemerintah ini.
Kegagalan program keluarga berencana atau norma keluarga kecil, bahagia, sehat, dan sejahtera di kalangan masyartakat kurang mampu disebabkan beberapa faktor, di mana faktor pendukungnya adalah aktivitas atau kegiatan seharian mereka yang tidak terlalu sibuk layaknya masyarakat yang memiliki tingkat sosial dan berekonomi tinggi atau menengah.
Keluarga yang memiliki jadwal aktivitas yang padat, mulai dari bekerja yang terkadang harus 24 jam, dinas keluar kota, luar daerah, atau luar negeri, hingga kegiatan-kegiatan sosial yang harus diikutinya, dengan sendirinya akan membentuk keluarga berencana. Karena dengan kegiatan mereka yang begitu padat, frekuensi pertemuan dengan keluarga atau pasangan pun akan semakin berkurang. Masyarakat dengan tingkat sosial dan ekonomi tinggi atau menengah ini juga biasanya lebih memikirkan aspek pendidikan serta kesehatan anak-anaknya. Berbanding terbalik dengan masyarakat berekonomi lemah. Selain aktivitas yang memang tidak begitu padat, pendidikan yang rendah, dan rumah yang sempit juga menjadi faktor gagalnya program keluarga berencana.
"Penerimaan masyarakat akan pentingnya program keluarga berencana ini terkadang sulit diterima oleh mereka-mereka yang memilki tingkat sosial dan ekonomi rendah. Beberapa faktor penentunya mungkin adalah karena kurangnya informasi, tingkat pendidikan yang rendah, atau memang di keluarga tersebut masih memegang nilai budaya dan kepercayaan bahwa banyak anak banyak rezeki," tuturnya menjelaskan.
Kata Emilia, umumnya keluarga yang berekonomi rendah ini memiliki hubungan yang lebih dengan keluarga atau pasangannya. Ini disebabkan frekuensi pertemuan mereka yang tidak dibatasi oleh waktu dan kesibukan. Dengan begitu keharmonisan hubungan, ditambah kurangnya aktivitas atau kegiatan sehari-hari, memungkinkan mereka untuk lebih dominan memproduksi anak lebih banyak dari mereka-mereka yang memiliki tingkat sosial yang tinggi. "Sayangnya, mungkin karena pendidikan mereka yang juga umumnya rendah sehingga informasi yang mereka dapatkan tidak banyak, dan keterbatasan materi serta ruang gerak, membuat mereka tidak bisa menekan angka kelahiran," katanya.(sri mahyuni)
D. Masalah Ekonomi Menjadi Factor Utama Masyarakat Mengikuti Program KB
Masalah ekonomi adalah persoalan objektif kekurangan uang untuk menghidupi keluarga yang harus dihadapi oleh kalangan ekonomi lemah, masalah tersebut diharapkan dapat diatasi melalui program KB. Namun banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang berasal dari keluarga ekonomi lemah berkeinginan mengikuti program KB serta memanfaatkan alat kontrasepsi, tetapi penghasilannya hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari - hari.
E. Hambatan Bagi Masyarakat dalam program KB
Bagi beberapa masyarakat di Indonesia beranggapan bahwa cari makan saja susah apa lagi harus datang kedokter untuk melakukan kegiatan sebagai keluarga berencana. Ini karena biaya kesehatan yang mahal, meskipun telah dikenal bahwa ada kartu jaminan kesehatan untuk orang yang kurang mampu, tapi belum juga terlaksana dengan baik.
Selain percaya pada pemerintah, kita juga tahu bahwa adanya kebudayaan. Kebudayaan hasil turun temurun yang kiranya kurang rasional, kepercayaan bahwa banyak anak banyak pula rezeki. Ini tidak rasional, semakin banyaknya tanggungan, semakin besar tanggung jawab untuk memenuhi tanggungan. Jika diadakannya arahan langsung maka lebih mudah menciptakan masyarakat yang lebih berpikir modern. Suatu kebudayaan baru dapat diterima jika kebudayaan baru itu dapat memberikan manfaat dan pemberi kebudayaan baru mampu mensosialisasikannya dengan baik.
Beberapa masyarakat di Indonesia masi kurang pendidikan padahal beberapa sekolah negeri di Indonesia telah memberikan keringanan. Karena sosialisasi ke orang yang berada di taraf rendah kurang, maka banyak orang takut tertipu.
F. Beberapa tahap dalam proses penerimaan KB
Beberapa tahap dalam proses penerimaan atau penolakan seseorang terhadap keluarga berencana dalam kegiatan penerangan dan motivasi Keluarga Berencana adalah sbb:
- Tahu Secara Sepintas (awarenest)
Individu mengetahui adanya KB ,tetapi ia belum mempunyai informasi yang mendalam tentang sifat dan kegunaan gagasan tersebut.Ia mengetahui adanya KB dari berbagai sumber surat kabar ,radio ,TV dan lain-lain.
- Tertarik (interest )
Individu mulai menaruh perhatian terhadap persoalan KB ,dalam taraf ini individu ingin mengetahui lebih banyak tentang KB dengan sungguh-sungguh keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan yang diperolehnya dari berbagai sumber
- Penilaian (Evaluation)
Setelah individu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang KB, ia akan menilai untung ruginya KB bagi dirinya dan keluarganya.
- Percobaan (Trial)
Dalam tahap ini individu mencoba menjalankan metoda atau cara KB yang diinginkannya.
Hasil dari percobaan ini ada dua kemungkinan:
- Menerima dan melaksanakan KB (adopsi)
- Menolak Keluarga Berencana (KB)
- Adopsi (Menerima atau Melaksanakan sesuatu yang baru)
o Terus Adopsi
- Kalau individu terus merasa puas ,baik dari segi alat atau obat pencegah kehamilan maupun dari segi pelayanan petugas KB ,ia akan terus menerima dan melaksanakan KB.
o Kemudian Menolak
o Kemudian Menolak
- Kalau individu merasa sudah menerima dan melaksanakan KB kemudian merasa tidak puas ,baik karena obat /akibat pencegah kahamilan yang dipakai maupun akibat pelayanan petugas KB yang mengecewakannya,maka ia menolak yang berarti berhenti menerima dan melaksanakan KB.Keadaan ini bisa kita kenal sebagai” drop out”.
Apabila dalam tahap tahap percobaan (trial) individu merasa tidak puas atau tidak senang ,ia akan menolak KB.
Dalam hal ini petugas KB hendaknya dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terus-menerus ,serta tidak merasa kecewa karena individu seperti ini masih mempunyai 2 kemungkinan yaitu sbb:
1. Terus Menolak
Kalau individu tersebut merasa tidak puas dan tidak senang maka ia akan menolak
2. Kemungkinan Menolak
Kalau kemudian ternyata ia merasa puas dan senang ,sesudah mendapat bantuan petugas KB,maka ia akan menerima.
G. Penerimaan KB Oleh masyarakat ekonomi lemah dan ekonomi tingi
Bahwa selama ini program Keluarga Berencana di kota maupun di desa dilaksanakan dengan baik dan atau bahkan telah menjadi tradisi masyarakat atau sudah terinternalisasi berdasarkan kesadaran masyarakat, baik masyarakat yang ekonomi lemah maupun yg berekonomi tinggi akan pentingnya KB.
Terhadap program Keluarga Berencana, baik masyarakat, tokoh masyarakat, maupun para tenaga ahli kesehatan persepsinya adalah positif sehingga dalam hal berpartisipasinya juga cukup tinggi. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat terhadap program Keluarga Berencana terbatas pada pengertian dan pemahaman mereka tentang program Keluarga Berencana. Masyarakat yang paling berpartisipasi adalah mereka yang usia produktif. Sedangkan partisipasi petugas puskesmas adalah memberikan pelayanan terhadap pelaksanaan program. Sementara tokoh masyarakat dan perangkat desa terbatas pada memberikan himbuan dan fasilitas desa untuk kegiatan penyuluhan Keluarga Berencana, baik yang dilakukan oleh BKKBN, petugas kesehatan, maupun TP PKK. Kaitan antara persepsi dan partisipasi sangat berkaitan dengan latar belakang ekonomi, budaya, dan sosialnya. Karakteristik kehidupan yang masih sangat sederhana, mengkondisikan perilaku yang sederhana pula dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan :
Keadaan tingkat kematian berkurang dan pada saat yang sama tingkat kehidupan berkurang, atau tingkat kematian stabil tapi tingkat kehidupan meningkat. Ketidakstabilan yang terjadi seperti ini yang akhirnya tingkat kelahiran melonjak.
Keadaan tingkat penduduk di Indonesia menjadi alasan mengapa Indonesia masi dalam taha pra syrat berkembang. Tingkat penduduk yang tinggi mempengaruhi pendapatan perkapita, APBN di Indonesia. Keadaan akan lebih buruk jika program KB tidak dijalankan. Dengan tingkat penduduk yang stabil, maka pendapatan perkapita meningkat, dan APBN stabil, lalu kemakmuran penduduk di Indonesia menjadi baik akhirnya Indonesia dapat menjadi Negara maju.
Meskipun belum maksimal kinerja program ini, tapi inilah jalan menuju pengatasan tingkat penduduk di Indonesia.
B. Saran
Pemerintah seharusnya lebih menekankan pengaruh dari tingkat penduduk kepada masyarakat umum. Pendidikan harap dipertimbangkan sehingga pengetahuan akan lebih luas. Persediaan lapangan pekerjaan diperbanyak, untuk mengatasi masalah tingkat penduduk ini sebelum menurunkan tingkat penduduk di Indonesia. Untuk kelompok penduduk yang tergolong miskin, dimana seluruh pengeluaran rumah tangganya masih berfokus pada konsumsi makanan, diharapkan pemerintah turun tangan dengan memberikan fasilitas KB secara Cuma-Cuma sehingga tidak akan memperburuk kondisi mereka sebagai akibat kelahiran yang tidak terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2010). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional 2010. Jakarta
Bertrand. 2007. Kerangka Pikir Konseptual Permintaan KB serta Dampak Pada Fertilitas. Dalam : BKKBN. Peningkatan Akses dan Kualitas PelayananKB. BKKBN. Bandung
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Kesehatan (Depkes RI), dan ORC Macro International Inc (MI). (2007). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Jakarta
Aninda. (2005). Gambaran tingkat pengetahuan akseptor pil KB kombinasi tentang penggunaan pil KB kombinasi di Desa Tuban Karang Anyar
Ayu, Dian. 2007. Program KB Dalam Perspektif Islam.
http://ayo3zone.wordpress.com/2007/06/29/program-kb-dalam-perspektif-islam/
Badan KB Kabupaten Deli Serdang, 2014. Perkiraan Permintaan Masyarakat Peserta KB aktif tahun 2014.
Hartanto, Hanafi, 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Penerbit Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Download File Lengkapnya => KLIK DOWNLOAD <=
#Penerimaan KB Pada Masyarakat Ekonomi Lemah dan Masyarakat Ekonomi Tinggi