Makalah Kemampuan Mengevaluasi Melalui Tes dan Penugasan - OFO

Halaman

    Social Items

Makalah Kemampuan Mengevaluasi Melalui Tes dan Penugasan



 BAB I
PENDAHULUAN

Pada era sekarang, yang sering disebut era globalisasi, institusi pendidikan formal mengemban tugas penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia berkualitas di masa depan. 
Di lingkungan pendidikan persekolahan (education as schooling) ini, guru profesional memegang kunci utama bagi peningkatan mutu SDM masa depan itu. Guru merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik sebagai aset manusia Indonesia masa depan, karena apresiasi tinggi suatu bangsa terhadap guru sebagai penyandang profesi yang bermartabat merupakan pencerminan sekaligus sebagai salah satu ukuran martabat suatu bangsa. Kata Profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Suatu profesi memerlukan kompetensi khusus yaitu kemampuan dasar berupa ketrampilan menjalankan rutinitas sesuai dengan petunjuk, aturan, dan prosedur teknis. Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk, dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan dan program yang tepat. Dewasa ini, para guru belum memiliki pedoman berupa standar tentang apa yang harus dilakukan jika mereka akan mencapai suatu posisi atau karir tertentu.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Melalui Tes dan Penugasan
  Menurut Sudijono (2008: 30) evaluasi melaui tes dan penugasan hasil belajar setidaknya mencakup dua hal, yaitu evaluasi pencapaian peserta didik terhadap tujuan khusus dan evaluasi pencapaian peserta didik terhadap tujuan umum pengajaran. Evaluasi hasil belajar dapat terlaksana jika menggunakan tiga prinsip dasar yakni: (1) prinsip keseluruhan, (2) prinsip kesinambungan, dan (3) prinsip objektivitas. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dalam rangka menilai ketercapaian peserta didik terhadap indikator atau kriteria yang telah ditentukan disebut evaluasi hasil belajar.
  Menurut Depdiknas (2007: 4), kemampuan mengevaluasi melalui ts dan penugasan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
       1.         Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
       2.         Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
       3.         Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
       4.         Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
       5.         Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
       6.         Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
       7.         Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
       8.         Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
       9.         Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

B.   Ciri-ciri Evaluasi Hasil Belajar
Mengacu dari teori yang dikemukakan oleh Sudijono, ciri-ciri evaluasi hasil belajar dibedakan atas lima, yaitu sebagai berikut.
       1.         Evaluasi dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik, pengukuran tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hanya didasarkan pada indikator-indikator atau gejala-gejala yang nampak. Oleh karena itu, masalah ketepatan alat ukur yang digunakan (valid) menjadi masalah tersendiri.
       2.         Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif atau angka-angka.
       3.         Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
       4.         Prestasi belajar yang dicapai olih peserta didik dari waktu ke waktu setelah bersifat relatif, tidak akan menunjukkan kesamaan dan tergantung pada faktor-faktor, seperti peserta didik, penilai, dan situasi yang terjadi pada saat penilai berlangsung.
       5.         Kegiatan hasil belajar sulit dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran (error), yang disebabkan oleh (a) alat ukurnya (tidak valid dan realiabel); (b) penilai (faktor subyektif, kecenderungan nilai murah atau mahal, kesan pribadi terhadap peserta tes, pengaruh hasil yang lalu, kesalahan menghitung, suasana hati penilai); (c) kondisi fisik dan psikis peserta tes; dan (d) kesalahan akibat suasana ujian (suasana gaduh, pengawasan yang tidak baik dan sebagainya).

C.   Ranah Kognitif, Ranah Afektif, Ranah Psikomotorik sebagai Obyek
       Evaluasi Hasil Belajar
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.  Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes objektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.


D. Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi Hasil Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kegiatan evaluasi ke dalam enam langkah pokok.

1.      Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a.       Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi
Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.
       b.         Menetapkna aspek-aspek yang hendak dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek afektif ataukah aspek psikomotorik.
       c.         Memilih dan menentukan teknik yang akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik tes ataukah teknik nontes. Jika teknik yang akan dipergunakan itu adalah teknik nontes, apakah pelaksanaannya dengan menggunakan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket.
       d.        Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil belajar peserta didik, seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale, panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik nontes.
       e.         Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah yang akan dipergunakan Penilaian Beracuan Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian beracuan kelompok atau Norma (PAN).
       f.          Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).

2.      Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check listinterview guide atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik nontes).

3.      Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).

4.      Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.

5.      Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.

6.      Tindak lanjut  hasil evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

E.   Teknik-teknik Evaluasi Hasil Belajar
1.    Pengertian Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Dalam KBBI, teknik diartikan sebagai sebuah model atau sistem mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, istilah teknik dapat juga diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah teknik evaluasi hasil belajar terkandung arti alat–alat (yang digunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar.
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar.

2.    Macam-macam Teknik Evaluasi Hasil Belajar                            
Menurut Arikunto (2002: 31) terdapat dua alat evaluasiyakni teknik tes dan nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa menguji peserta didik.

a.    Teknik Tes
1)    Pengertian Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 34).    
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2008: 11), bahwa "tes merupakan salah satu cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan." Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal.
Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002: 32) adalah “suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara, prosedur, atau alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif, afektif, dan psikomotor) siswa atau sekelompok siswa berdasarkan nilai standar yang telah ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:
(1)           untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu; dan
(2)           untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
          Fungsi (1) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (2) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.
             2)      Bentuk Tes
  Menurut Sudjana (2008: 35), tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.

              a)      Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan. Tes lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf peserta didik untuk masalah yang berkaitan dvengan kognitif, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tes lisan dapat berupa individual dan kelompok. Tes individual, yaitu suatu tes yang diberikan kepada seorang siswa, sedangkan tes kelompok, yaitu suatu tes yang diberikan kepada kepada sekolompok siswa secara bersamaan.

      c)      Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Tes tertulis dapat dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan tes objektif.

                    d)        Tes Uraian
    Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini siswa dituntut untuk mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Tes uraian layaknya tes yang lain, memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri.
             
              Adapun keunggulan pemakaian tes uraian, yaitu:
  (1)           dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
  (2)           dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa;
  (3)           dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis;
  (4)           mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan
  (5)           mudah membuat soalnya sehingga guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.

Adapun kelemahan tes uraian, yaitu:
  (1)     sampel tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
  (2)     sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam memerikasanya; dan
  (3)     tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksanya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif banyak.
        
         Bentuk tes uraian dibedakan atas (a) uraian bebas (free essay), (b) uraian terbatas, dan (c) uraian berstruktur.

             e)      Uraian Bebas
            Dalam uraian bebas, jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas, misalnya "Manut sameton, punapi sane mawasta basa Bali?"
            Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:
(1)           mengungkap pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya;
(2)           mengupas suatu persoalanyang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti.
(3)           Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.
          Kelemahan dari tes uraian bebas adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.

b.    Pengertian Metode Penugasan ( Resitasi)
              Yang dimaksud dengan metode tugas ( Resitasi) menurut Sayiful Sagala adalah “ cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tewrtentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggungjawabkan.” Misalnya tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di luar kelas, di Perpustakaan bahkan di Rumah kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan. Metode ini dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah tetapi metode ini lebih luas dari pada pekerjaan rumah saja, karena dalam metode ini terdiri dari tiga fase antara lain: pertama Guru memberikan tugas, kedua siswa melaksanakan tugas, dan ketiga siswa mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan.
              Dengan cara ini diharapkan agar siswa dapat belajar bebas tetapi bertanggung jawab dan siswa akan berpengalaman mengetahui berbagai kesulitan dan mengatasi kesulitan itu, karena dengan tugas maka siswa memiliki kesempatan untuk saling membandingkan dengan hasil siswa yang lain. Merangsang siswa agar lebih giat belajar, memupuk inisiatif bertanggung jawab dan mandiri, memperkaya kegiatan belajar di luar, memperkuat pemahamanSelain itu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajar dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang kurang berguna.
              Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran atau meteri  terlalu banyak sementara waktu sedikit dalam kegiatan belajar di kelas. Artinya, banyaknya materi ajar yang tersedia dengan waktu kurang. Agar materi ajar dapat dimengerti, dipahami oleh siswa  dengan waktu yang telah ditentukan oleh kurikulum maka metode ini sangat membantu.
              Dalam hal ini tugas dapat diberikan dalam bentuk daftar pertanyaan (soal) atau perintah melakukan pendataan, mencari penyelesaian dalam buku pelajaran. Dapat juga mengumpulkan sesuatu, membuat sesuatu dan lain sebagainya. Guru memberikan tugas kepada siswa madiri atau kelompok dengan waktu yang ditentukan dan disepakati siswa dan guru harus membahas, menilai hasil tugas madiri atau kelompok. Guru juga memberi motivasi agar siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik kemudian guru menghimbau siswa untuk menyusun hasil tugas baik mandiri atau kelompok. Dengan demikian siswa dapat bertanggung jawab dengan tugasnya, selain itu siswa menjadi lebih paham materi ajar.

         1)    Fase Memberi Tugas ( Resitasi)
              Fase-fase dalam memberikan tugas yang baik secara mandiri maupun kelompok:
              a.       Guru memberikan tugas
            Tugas yang diberikan dari guru kepada siswa baik secara mandiri atau kelompok maka harus memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:
·         Tujuan yang akan dicapai
·         Jenis tugas, terstruktur atau tak terstruktur agar siswa mengerti dan paham
·         Tugas harus disesuaikan dengan kemampuan siswa
·         Ada petunjuk yang jelas sehingga siswa dapat mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok.
·         Disediakan waktu yang jelas dan cukup untuk mengerjakan tugas terstruktur dan tidak terstruktur.
·         Siswa Mempertanggung jawabkan tugas
·    Siswa diberi tugas untuk melaksanakan sesuatu yang tujuannya melatih siswa dalam hal yang bersifat kecakapan mental dan motorik.
·         Siswa diberi tugas untuk mengatasi masalah tertentu atau problem tertentu dengan cara mencoba untuk mengunkapkan. Dengan tujuan agar siswa biasa berfikir ilmiah(logis dan sistematis) dalam memecahkan suatu masalah atau soal.
·         Siswa diberi tugas untuk melaksanakan proyek dengan tujuan agar siswa membiasakan diri untuk bertanggung jawab terhadap penyelesaian suatau masalah, soal, yang telah disediakan dan bagaimana mengolah selanjutnya.
Dalam metode pemberian tugas atau resitasi ini syarat yang harus diketahui oleh guru dan siswa yang diberi tugas yaitu:
·         Tugas yang diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah mereka pelajari, sehingga siswa disamping sanggup mengerjakannya juga sanggup mempertanggungjawabkan.
·         Guru harus dapat mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang diberikan kepada siswa akan dapat dilaksanakannya karena sesuai kesanggupan dan kecerdasan yang dimilikinya.
·         Guru harus menanamkan kepaqda siswa bahwa tugas  yang diberikan kepada siswa akan dikerjakan atas kesadaran sendiri yang timbul dari hati
·         Jenis tugas yang diberikan kepada siswa harus dapt dimengerti benar-benar sehingga siswa tidak ada keraguan dalam melaksanakannya.
·         Siswa dapat lebih memahami sendiri materi ajar sesuai dengan pengetahuan yang dicari sehingga pengetahuan itu akan tinggal lama dalam ingatan.
·         Mengembangkan daya berfikir sendiri, daya inisiatif, kreatif, tanggung jawab dan melatih mandiri.
·         Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas individual maupun kelompok.
              b)      Kekurangan Metode Penugasan (Resitasi)
·         Siswa sulit dikontrol aktifitasnya dalam mengerjakan tugas, apakah benar mengerjakan dengan kemampuan dan usahanya atau hanya meniru pekerjaan temannya
·         Khusus tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota yang lain tidak ikut berpartisipasi dengan baik.
·         Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa. Sering memberikan tugas yang monoton sehingga dapat menimbulkan kebosanan siswa.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai beikut.
Prinsip-prinsip evaluasi hasil belajar terdiri atas sembilan, yaitu sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
Ciri-ciri evaluasi hasil belajar yaitu evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil belajar, pengukuran secara kuantitatif, kegiatan evaluasi menggunakan unit dan satuan yang lengkap, prestasi belajar yang dicapai bersifat relatif, dan hasil belajar sering terjadi kekeliruan pengukuran (error).
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.  Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.

B.   Saran

              Apa yang terkandung dalam isi makalah ini bukan semata pemikiran penulis, tetapi penulis ambil dari berbagai macam referensi yang selanjutnya penulis rangkum untuk menyelesaikan tugas ini, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak terdapat kekurangan baik itu dari segi penulisan maupun bahasa, maka daripada itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk mendorong penulis dalam pembuatan tugas selanjutnya ke arah yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA


Arikunto Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arikunto Suharsimi, 2008, Dasar-Dasar Evaluasi, Edisi Revisi, Jakarta,: Bumi   Aksara
Dimyati dan Mudjiona, 2002 Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta
Djamarah, S.B dan A.Zain, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rhineka Cipta
Hamalik Omar, 2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara
Kusumah Wijaya dan Dwitagama Dedi, 2009, Mengenal Penelitian Tindakan      Kelas, Jakarta: PT. Indek
Muslihuddin, 2008, Kiat Sukses Melakukan Penelitian Tindakan Kelas dan Sekolah, LPMP Jawa Barat




Selengkapnya Silahkan : DOWNLOAD DISINI