ADAT DAN ADAB MUSYAWARAH - OFO

Halaman

    Social Items

ADAT DAN ADAB MUSYAWARAH

ADAT DAN ADAB MUSYAWARAH

Kata MUSYAWARAH berasal dari kata SYAWARA, sebuah kata dari bahasa Arab yang berarti berunding, rembugan, berpendapat, mengungkapkan sesuatu. Dalam kehidupan keseharian di Indonesia bisa kita temui istilah senada yang -jangan-jangan- asli budaya bangsa kita, misalnya rembug desa, rembug warga, atau musyawarah adat di daerah lain. Secara umum musyawarah bisa diartikan sebagai upaya mencari jalan keluar, atau memecahkan masalah atau untuk mengambil keputusan dengan cara mengeluarkan pendapatnya masing masing dan mengakomodir pendapat orang lain. Dalam bahasa yang lebih keren sekarang, cara seperti ini dikenal dengan nama Musyawarah untuk Mufakat.
Praktik musyawarah dalam keseharian kita bisa ditemui dalam memilih lokasi wisata bagi sekelompok orang yang akan berdharma wisata. Bisa juga dialami oleh anak-anak yang bermain perang-perangan ketika mereka menentukan siapa pemimpin bagi masing masing kelompoknya. Dalam dunia yang lebih dewasa bisa kita lihat dalam musyawarah di RT atau Kelurahan, bapak-bapak dan ibu-ibu berusaha mengeluarkan uneg-uneg dan pemikiran mereka demi kehidupan RT atau Kelurahannya menjadi lebih baik.
Musyawarah ini juga sangat dihargai dan menjadi bagian penting dari DEMOKRASI. Biasanya di negara-negara maju, proses musyawarah dalam demokrasi lebih banyak di-skip untuk kepraktisan dan kepentingan waktu yang lebih cepat. Lompatan dari musyawarah ini adalah menuju ke VOTING. Jadi, jika warga atau parlemen negara 'maju' bermusyawarah, mereka langsung memilih untuk voting, yaitu keputusan berdasarkan jumlah suara terbanyak. Di Indonesia yang seharusnya musyawarah menjadi hal paling penting dalam demokrasi, malah terjadi hal yang berkebalikan. Di Indonesia, Voting menjadi hal yang paling diminati untuk mengambil keputusan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sudah 15 abad yang lalu Islam mengajarkan musyawarah sebagai lembaga untuk berunding dalam memecahkan persoalan bersama, atau membahas sesuatu untuk memperoleh suatu keputusan bersama. Secara jelas dan terdapat bukti tekstual bahwa Islam yang pertama kali mengajarkan musyawarah ( jauh sebelum lahirnya ide demokrasi ). Musyawarah berasal dari kata syawaraè yusyawiru è musyawaratan, yang artinya “berunding”.
“ Dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan MUSYAWARAH di antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagain rizki yang Kami berikan kepada mereka” ( Q.S. Asy-Syura:38).
“ Maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu berlaku santun terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan BERMUSYAWARAHLAH dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah berbulat-tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu menyenangi orang-orang yang bertawakal kepadaNya” ( Q.S. Ali Imran : 159 ).
Dalam musyawarah harus diikuti dua orang atau lebih, dan akan lebih baik lagi bila terdapat penengah (moderator), sebab dalam musyawarah kemungkinan dapat terjadi perbedaan pendapat yang akan menimbulkan dialog, sampai dengan debat ketika membahas sesuatu. Dengan musyawarah itu diharapkan akan mendapatkan hikmah, kebijakan dan kebajikan bersama, serta kemaslahatan semua pihak. Selain itu, semua anggota musyawarah mempunyai hak bicara yang sama, dan berbeda atau sama pendapat dengan anggota musyawarah yang lain, sehingga diperlukan hujjah atau argumentasi untuk meyakinkan pendapatnya. Suasana dinamis dan dialogis akan muncul, yang diikuti saling memahami dan menghormati perbedaan pendapat, sehingga dapat diambil kesimpulan atas kesepahaman bersama. Oleh karena itu sejak dari zaman KHA Dahlan, Muhammadiyah selalu menggunakan musyawarah di dalam mengambil keputusan persyarekatan, dan ini merupakan tradisi yang sehat bagi Muhammadiyah sampai saat ini.
Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah telah menyusun peringkat musyawarah, yaitu antara lain: Di tingkat nasional permusyawaratan tertinggi ialah Muktamar ( zaman Hindia Belanda diberi nama Konggres ), dan di bawah muktamar adalah Sidang Tanwir. Di tingkat Propinsi permusyawaratan Muhammadiyah disebut Musyawarah Wilayah (Muswil); Di daerah tingkat II, disebut Muyawarah Daerah (Musda); Di daerah Kecamatan disebut Musyawarah Cabang (Muscab); dan di tingkat paling bawah disebut Musyawarah Ranting (Musrant). Dengan demikian di setiap jajaran eselon kepemimpinan Muhammadiyah terdapat lembaga “Musyawrah”.

Adab Bermusyawarah
Dalam rangka pendidikan bermusyawarah dengan sehat, maka para ulama Muhammadiyah telah menyusun bagaimana bermusyawarah dengan baik dan benar. Naskah lama yang masih dapat kita pelajari antara lain tulisan : K.H.Mas Mansyur, “ Adab Bermoesjawarat” dimuat dalam Almanak Moehammadijah 1358/ 1940, yang diterbitkan oleh Madjlis Taman Poestaka.Adapun karya lain adalah tulisan KH Muhammad Wardan, “Ilmu Tata Berunding; Peladjaran pada Kursus Kader tardjih”. Berangkat dari kedua buku itu, dan kemudian ditambah dengan buku-buku lainnya, maka berikut ini disampaikan Adab Bermusyawarah, sebagai pengingat kita bersama agar dalam melaksanakan musyawarah pada umumnya, dan khususnya pada perhelatan besar Muktamar nanti akan berjalan lancar, sejuk, santun, dan benar. Dengan demikian insyaAllah swt. akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat dan akan lebih memajukan Muhammadiyah di masa mendatang.

Merujuk tulisan KH Mas Mansyur, Adab Bermusyawarah dibagi 3 bagian :
1.    Adab sebelum bermusyawarah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain,
a)    Datang ke rempat musyawarah sebelum waktu yang ditentukan, agar musyawarah itu dapat dibuka tepat waktu.
b)   Jangan lupa membawa surat undangan, dengan demikian kita tahu agenda yang akan dibahas, dan juga sebagai bukti bahwa kita termasuk anggota musyawarah.
c)   Datang ke tempat musyawarah dengan pakian yang baik-rapi, dan sebaiknya juga memakai bau-bauan yang sedap.
d) Semuanya itu diawali deangan Niat yang baik dan benar, yaitu apa yang akan dilakukan dalam musyawarah itu diniati untuk kemaslahatan bersama dan karena Allah swt. Teringat kita pada pernyataan Rasulullah Saw. dalam hadits riwayat imam Ahmad: “Tidaklah lurus Iman seseorang hingga lurus hatinya,dan tidaklah lurus hatinya hingga lurus lisannya”

2.    Adab dalam bermusyawarah, musyawarah dibuka dengan do’a yang diawali baca “Bismillah”, dan sebaiknya dilanjutkan dengan baca do’a dalam Q.S. Thoha, ayat 25 – 28:” Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekauan dari lidahku. Supaya mereka mengerti ( memahami ) perkataanku”.
a)  Mengendalikan Lisan, pikirkanlah secara matang apa yang akan disampaikan, apakah pendapat yang akan disampaikan itu akan membawa manfaat atau sebaliknya membawa madlarat, kemudian sampaikanlah pendapat anda dengan jelas, dan santun, dalam waktu yang tidak panjang. Di samping itu, kita juga mau menyediakan diri mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian, kendalikan lisan, jangan sekalikali memotong pembicaraan orang lain sebelum selesai/tuntas ( Hargailah yang sedang berbicara dalam rangka menyampaikan pendapatnya ). Meskipun ada pendapat yang disampaikan itu berbeda bahkan bertentangan, kendalikan emosi, dengarkan dengan cermat, baru kalau diberi kesempatan kita dapat menanggapi pendapat yang berbeda itu dengan santun, argumentatif, dan bertujuan mereka dapat memahami lebih jelas pendapat kita.
Apabila ada yang berpendapat sama dan terlebih dahulu di sampaikan, maka kita pun lebih baik tidak mengulangnya, diam, atau bila ingin menguatkan cukup disampaikab dengan singkat .
Dalam pengendalian lisan ini juga termasuk ketaatan kita pada pimpinan sidang, bila akan berbicara dengan izin pimpinan sidang, dan apabila pimpinan sidang meminta kita diam atau selesai, maka kitapun berhenti.

b)   Sikap menyampaikan pendapat dalam musyawarah yang perlu di-
perhatikan adalah : Pembicaraan dalam musyawarah adalah untuk
mencari jalan hikmah yang terbaik-dan benar, mencari titik temu,
dan membuahkan hasil sebuah kesepakatan yang akan dijalanlan
bersama. Oleh karena itu, maka :
*Hindari sikap Mendominasi pembicaraan, hanya karena ingin
kenal pandai bicara dan luas wawasannya, hal ini merupakan ketamakan. Rasulullah memperingatkan bahwa , “ Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh ma- jelisnya dari ku pada hari kiamat adalah orang-orang yang berlebihan dalam bicara, juka suka mengungguli orang lain dengan perkataannya,  dan yang menunjuk-nunjukkan mulut besarnya dengan omongan untuk menampakkan kelebihan di hadapan orang lain” (H.R.Ahmad & Tirmidzi) *Tawadlu’–rendah hati, menyampaikan pendapat dengan apa
adanya, jelas, mudah difahami, tidak diucapkan dengan congkak Hargailah sesama warga musyawarah, lebih-lebih ada orang yg. Lebih ahli dan lebih berkompeten dalam masalah yang dibicara- kan, maka lebih baik kita mendengarkan dengan tenang, dan bi- la perlu dapat pertanya dalam rangka menambah ilmu.
*Sedapat mungkin menghindari permusuhan, karena sering terja- perbedaan pendapat dalam musyawarah menjadikan panas. Untuk menghindari dominasi hafsu-emosional, maka redamkan- lah dengan banyak baca istighfar. Dalam hal Rasulullah mengingatkan bahwa, “Sesungguhnya larangan yang ditujukan kepadaku setelah menyembah berhala adalah perdebatan yang dibarengi dengan permusuhan “ (HR.Imam Bazar dan Thabrani, meskipun sanadnya lemah ).
* Musyawarah bukan tempat saling menjatuhkan
Pandangan yang salah yang menganggap bahwa musyawarah sebagai ajang untuk saling menjatuhkan, saling membantai di muka umum, hal ini perbuatan yang tidak berakhlaqul karimah, dan hendaklah wajib dihindari.
c)   Memutuskan Hasil Musyawarah, dalam memutuskan hasil musya dan atau menyimpulkannya berdasarkan landasan pokok kebenaran sejati maroji’ Al Qur’an dan Sunnah, dalam suatu kesepakat an majlis. Namun apabila terpaksa dengan melakukan pemungutan suara, maka suara terbanyak tidak selalu dipilih, sebab kebenaran tidak selalau dapat diukur dari suara terbanyak.
Apabila musyawarah sudah sepakat menghasilkan keputusan,maka
kita pun tunduk dengan ikhlas, kemudian bertawaqal kepada Allah
Swt. Meskipun pendapat kita tidak terpakai, atau hujjah kita kurang
kuat dibanding dengan hujjah peserta musyawarah yang lainnya,
maka kita pun tunduk dengan keputusan musyawarah itu, dan ikut
merealisasikan dalam pelaksanaannya nanti.
d)   Menutup Musyawarah, dilakukan dengan collingdown, membaca
do’a mengakhiri majelis, “Subkhaanakallaahumma, wa bikhammdika Ashadu alla illaaha illaa Anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik “ “ Maha suci Engkau Ya Allaah, dan dengan memujiMu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Engkau, aku mohon ampunanMu, dan bertobat padaMu”

3.    Adab Sesudah Musyawarah
a.    Menjalankan keputusan yang mengikat masing-masing anggota
b.    Menjaga rahasia keputusan yang tidak boleh diumamkan
c.    Menghindari rasa kecewa atas keputusan yang telah diambil.
d.   Menjaga terciptanya suasana Ukhuwah Islamiyah, tetap akrab.



ADAT DAN ADAB MUSYAWARAH

DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA  => DISINI <=