Makalah Sistem Saraf, Nekrosis dan Toksin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kematian Sel
Dewasa ini, perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah satunya adalah mikroba. Mikroba patogen dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh manusia. Salah satu caranya yaitu dengan merusak sel dan organelnya. Kemudian respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan berlanjut pada kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Kematian sel bermula dari jejas (cedera) yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat kembali normal apabila keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel tidak akan kembali normal (irreversible) dan selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki dua macam pola, yaitu nekrosis dan apoptosis. Berikut perbedaannya (Kumar; Cotran & Robbins, 2007):
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup. Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002).
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
B. Transmisi saraf
1. Sistem Saraf
Sistem saraf bekerja melalui jaringan interkoneksi miliaran neuron. Neuron ini mengirimkan informasi dalam bentuk impuls saraf, seluruh sistem saraf dan dengan demikian, mengkoordinasikan berbagai fungsi tubuh.
Sistem saraf manusia adalah sebuah jaringan yang sangat khusus, yang berisi miliaran neuron, dan bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan semua fungsi tubuh. Sistem ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan dunia luar dan terdiri dari dua komponen, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer (PNS).
Sistem saraf pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari semua neuron tubuh, kecuali yang ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf manusia yang bersangkutan dengan menerima informasi dari dunia luar, pengolahan, dan kemudian menghasilkan respon yang tepat. Ini adalah jaringan yang mengontrol dan mengkoordinasikan semua kegiatan tubuh, dengan mengirimkan pesan atau sinyal dari otak ke bagian-bagian berbeda dari tubuh dan sebaliknya.
2. Transmisi Impuls saraf
Sistem saraf manusia mengandung miliaran sel saraf dan sekitar 86 miliar dari mereka yang ditemukan di otak saja. Setiap neuron memiliki badan sel, dari mana banyak proyeksi-seperti cabang muncul, yang dikenal sebagai dendrit. Dendrit biasanya terlihat seperti cabang-cabang pohon. Pada ujung sel tubuh, panjang, proyeksi ramping dapat ditemukan, yang dikenal sebagai akson. Dendrit mengambil impuls dalam bentuk sinyal listrik dari neuron lain, yang kemudian diturunkan akson ke neuron atau sel lain.
Akson dari sebagian besar neuron ditutupi oleh selubung mielin, yang insulates sel saraf dan mempercepat transmisi impuls saraf. Beberapa akson dapat melakukan perjalanan hingga satu meter atau lebih di dalam tubuh manusia, sebelum bercabang di akhir. Cabang-cabang yang timbul dari akson yang sedikit bengkak di ujung, dan tips bengkak dikenal sebagai, tombol-tombol synaptic atau tombol terminal. Untuk transmisi impuls, neuron membentuk struktur khusus yang disebut sinapsis, dengan neuron lain dan sel-sel tubuh. Sinapsis biasanya berfungsi sebagai persimpangan, di mana impuls atau informasi dapat mengalir dari satu neuron yang lain.
Pada dasarnya ada tiga unsur sinapsis, membran presynaptic neuron sinyal-lewat (yang dapat biasanya ditemukan di tombol sinaptik dari akson), membran postsynaptic terletak di dendrit atau sel target, dan celah sinaptik, yang merupakan ruang antara presinaptik dan membran pos sinaptik. Ada terutama dua jenis sinapsis, sinapsis kimia dan sinapsis listrik, dan keduanya berbeda dalam cara mereka mengirim impuls dari satu neuron yang lain.
C. Transduksi Sinyal
Transduksi sinyal merupakan proses penyampaian pesan. Jadi ada pesan dari luar sel trus di membran sel ia ketemu reseptornya dan mengakibatkan ada suatu tanggapan dari dalam sel.
Transduksi signal merupakan pemerosesan sinyal dalam sel yang kemudian sinyal distribusikan. Sinyal akan di amplifikasi oleh sel sehingga cukup untuk menghasilkan respon. (hormone produksinya sedikit sehingga perlu diamplifikasi). Prinsipnya: Sinyal yang tidak bisa masuk dalam sel akan diterima pada reseptor permukaan yang akan menghasilkan berbagai macam reaksi transduksi sinyal yang akan menghasilkan perubahan berbagai macam protein di dalam sel (mengubah aktifitas enzim, merubah keaktifan factor transkripsi, mengubah struktur dan komposisi protein sitoskeleton) sehingga adanya sinyal bisa mengubah metabolism sel (enzim menjadi lebih aktif, mengubah excotic gen, reseptor ekstraseluler, mengubah bentuk sel, kontraksi, berpindah --> perilaku sel berubah).
Berikut klasifikasi reseptor berdasarkan sinyal tranduksi ;
1. Reseptor Ligand-Gated Ion Channel / Ion-channel linked receptors\
Disebut juga reseptor ionotropik. Reseptor membran yang langsung terhubung oleh suatu kanal ion dan memperantarai aksi sinaptik yg cepat. Cth. Reseptor asetilkolin nikotinik, reseptor GABAa dan reseptor Glutamat.
Ligand (obat) berinteraksi dg reseptor >> signal >> konformasi reseptor >> kanal ion terbuka >> ion masuk >>depolarisasi / hiperpolarisasi
2. G-Protein Coupled Receptors/ Reseptor Yg tergandeng dg Protein G
Merupakan reseptor membran yangg tergandeng sistem efektor yangg disebut protein G. Disebut juga reseptor metabotropic.Reseptor 7 transmembran , karena rangkaian peptida reseptor ini melintasi membran sebanyak 7 kali. Memperantarai aksi yg lambat beberapa neurotransmitter dan hormone. Cth. Reseptor asetilkolin muskarinik, adrenergik, dopaminergik dan serotonin.
Transmisi Sinyal melewati membran sel terjadi dlm 4 tahap :.
· Ikatan ligand (obat) dg reseptor.
· Reseptor mengaktifkan G-protein.
· G-protein yg aktif akan mengaktifkan enzim tertentu atau mempengaruhi kanal ion tertentu.
· Aktivasi enzim menyebabkan perubahan konsentrasi “ second messenger”.
a. Tyrosine Kinase-Linked Receptors/ Reseptor yg terkait aktivitas Kinase
Merupkan reseptor single transmembran. Memiliki aktivitas kinase dlm signal transduksinya. Cth. Reseptor sitokin, reseptor growth factor, reseptor insulin,
Mekanisme :
· Obat atau hormon mengikat ‘extracellular domain’.
· Allosteric effect… autofosforilasi pada ‘intracellular domain’.
· ‘intracellular domain’ yg telah mengalami fosforilasi selanjutnya akan memfosforilasi protein substrat.
b. Ligand-Activated Transcription Factors / Intracellular Receptors
Reseptor ini berada di dalam sitoplasmik atau nukleus. Aksinya langsung mengatur transkripsi gen yg menentukan sintesis protein tertentu. Cth. Reseptor steroid, reseptor estrogen, reseptor PPARĪ³ (Peroxisome Proliferators-Activated Receptor)
Mekanisme :
· Cytosolic receptors. Steroid hormon menembus membran sel dan mengikat reseptor di sitoplasma. Kompleks ligand-reseptor ditranspor masuk ke nukleus dan berikatan dg rantai DNA untuk meregulasi transkripsi gen.
· Nuclear receptors. Thyroid hormon masuk ke dalam sel dan secara pasif masuk ke nukleus untuk berikatan dengan reseptornya.
D. Toksin Bakteri dan Kanker
Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beerapa spesies bakteri. Menurut penggolongan toksin, toksin bakteri dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Endotoksin
2. Eksotoksin
a. Eksotoksin
Adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel.
Kuman-Kuman yang dapat menghailkan eksotokin misalnya:
1) Corynebacterium diphteriae
2) Shigella dysentriae
3) Clostridium tetani
4) Clotridium botolium
6) Vibrio chlorea
7) Beberapa stain Escherichia coli
Pada infeki bakteri-bakteri tersebut,eksotoksin yang dikeluarkannya menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh,keadaan ini dinamakan taksoemia. Eksotoksin mudah dipisahkan dari sel bakteri dengan jalan penyaringan.
Contoh eksotoksin yang mengganggu kesehatan manusia dihasilkan oleh Corynebacterim diphtheri, Clostridium tetani dan Clostridium botulinum. Toksin botulinum tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan.Toksin ini kedapatan pada makanan yang basi.Orang akan mati,jika termakan olehnya 0,0024 miligram toksin ini.
Kebanyakan eksotoksin mudah terurai dengan perebusan atau penyinaran yang kuat. Eksotoksin tidak begitu berbahaya jika tertelan, akan tetapi akan membawa maut jika masuk dalam peredaran darah. Pengalaman menunjukkan bahwa, penyuntikan binatang dengan sedikit eksotoksin menyebabkan timbulnya zat antitoksin dalam tubuh binatang tersebut. Antitoksin ini tidak membunuh bakteri, akan tetapi hanya sekadar menawar toksinnya saja. Inilah prinsip pengobatan dengan serum/ serum therapy
Menurut Ehrilich,eksotoksin mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- Mudah dilarutkan dalam air
- Termasuk golongan protein, meskipun tidak memberikan semua putih telur dan dengan larutan sulfas magnesikus yang pekat membuat endapan.
- Bila disuntikkan kepada jasad hidup yang peka, jasad ini akan menjadi sakit sesudah masa inkubasi tertentu dan menunjukkan gejala dan mengenai alat-alat tertentu
- Kekuatan toksin untuk memberi dampak sakit dapat hilang jika dipanaskan pada 56o c (bersifat termolabil). Akan hilang juga kekuatannya apabila disimpan dalam waktu yang lama dalam suhu kamar atau dicampur dengan bahan kimia.
- Bila toksin disuntikkan kepada jasad hidup, maka jasad ini di dalam badannya akan membuat bahan-bahan penentang (antitoksin).
b. Endotoksin
Adalah toksin yang tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap diproduksi dan tersimpan didalam tubuh sel. Banyak juga bakteri yang tidak menghasilkan eksotoksin, meskipun sifatnya sangat panas. Dalam hal ini dianggap bahwa bakteri itu menyebabkan sakit, apabila bahan-bahan toksin keluar setelah bakteri itu mati atau hancur, toksin tersebut dinamakan endotoksin, dengan sifat umumnya ialah :
1) Tahan terhadap panas (termostabil), juga terhadap temperatur yang tinggi ysng lazim dipergunakkan di dalam otoklaf.
2) Menyebabkan sakit dengan gejala-gejala yang sama sehingga tidak spesifik.
3) Ada perioda inkubasi pada jasad yang disuntikan racun.
Endotoksin sukar sekali penyelidikannya dan hingga beberapa tahun lalu belum ditemukan jalan untuk memisahkannya dari bakteri. Kalau kita lewatkan suatu suspensi bakteri melalui saringan halus, maka cairan yang lewat itu tidak mengandung toksin,akan tetapi jika kita ambil bakteri yang sudah mati,nyatalah adanya toksin. Dari kejadian ini dapatlah kita tarik kesimpulan,bahwa toksin itu semula kedapatan terkurung di dalam sel bakteri.Akhir-akhir ini orang telah berhasil memecahkan sel-sel bakteri secara mekanis dengan demikian terlepaslah isinya dari sel dan endotoksin muncul dalam keadaan lepas dari sel.
Contoh :
a. Endotoksin dari Salmonella typhi dapat diekstrak dengan asam trichlorasetat atau dengan dietilen glikol dan ternyata berbentuk polisakarida lipoid.
b. Endotoksin dari Vibrio chlorea yang diekstrak denagn asam trichlorasetat berbentuk gabungan dari polisakarida-lipoid.
Makalah Sistem Saraf, Nekrosis dan Toksin