MAKALAH Al-Hadits Sebagai Sumber Kedua Ajaran Islam - OFO

Halaman

    Social Items

MAKALAH Al-Hadits Sebagai Sumber Kedua Ajaran Islam

MAKALAH Al-Hadits Sebagai Sumber Kedua Ajaran Islam 

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
    Semua umat Islam telah sepakat dengan bulat bahwa Hadits Rasul adalah sumber dan dasar hukum Islam setelah Al – Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti dan mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al – Qur’an.
    Al – Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu keduanya.
    Banyak kita jumpai ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadits – hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum islam selain Al – Qur’an yang wajib diikuti, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
  Hadits itu sendiri secara istilah adalah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perkataan, segala keadaan, atau perilakunya.

B.   Tujuan Penulisan
       Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
       1.    Definisi Al-Hadits
       2.    Proses turunnya Al-Hadits
       3.    Mu’jizat Al-Hadits
       4.    Sejarah Pembukuan Al-Hadits

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Defenisi Hadits
       Hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits. Dari perbedaan sifat peninjauan mereka itu lahirlah dua macam pengertian tentang hadis yaitu pengertian yg terbatas di satu pihak dan pengertian yg luas di pihak lain.
    Ta’rif Hadis yg Terbatas Dalam pengertian yg terbatas mayoritas ahli hadis berpendapat sebagai berikut. Al-hadits ialah sesuatu yg disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. yaitu berupa perkataan perbuatan pernyataan dan yg sebagainya.
]     Definisi ini mengandung empat macam unsur perkataan perbuatan pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad saw. yg lain yg semuanya hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. saja tidak termasuk hal-hal yg disandarkan kepada sahabat dan tidak pula kepada tabi’in.
     Pemberitaan tentang empat unsur tersebut yg disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. disebut berita yg marfu’ yg disandarkan kepada para sahabat disebut berita mauquf dan yg disandarkan kepada tabi’in disebut maqthu’.
1.  Perkataan Yang dimaksud dgn perkataan Nabi Muhammad saw. ialah perkataan yg pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang syariat akidah akhlak pendidikan dan sebagainya. Contoh perkataan beliau yg mengandung hukum syariat seperti berikut. Nabi Muhammad saw. bersabda Hanya amal-amal perbuatan itu dgn niat dan hanya bagi tiap orang itu memperoleh apa yg ia niatkan .. . Hukum yg terkandung dalam sabda Nabi tersebut ialah kewajiban niat dalam seala amal perbuatan utk mendapatkan pengakuan sah dari syara’.
2.  Perbuatan Perbuatan Nabi Muhammad saw. merupakan penjelasan praktis dari peraturan-peraturan yg belum jelas cara pelaksanaannya. Misalnya cara cara bersalat dan cara menghadap kiblat dalam salat sunah di atas kendaraan yg sedang berjalan telah dipraktikkan oleh Nabi dgn perbuatannya di hadapan para sahabat. Perbuatan beliau tentang hal itu kita ketahui berdasarkan berita dari sahabat Jabir r.a. katanya Konon Rasulullah saw. Tetapi tidak semua perbuatan Nabi saw. itu merupakan syariat yg harus dilaksanakan oleh semua umatnya. Ada perbuatan-perbuatan Nabi saw. yg hanya spesifik utk dirinya bukan utk ditaati oleh umatnya. Hal itu krn adanya suatu dalil yg menunjukkan bahwa perbuatan itu memang hanya spesifik utk Nabi saw. Adapun perbuatan-perbuatan Nabi saw. yg hanya khusus utk dirinya atau tidak termasuk syariat yg harus ditaati antara lain ialah sebagai berikut.
a.    Rasulullah saw. diperbolehkan menikahi perempuan lbh dari empat orang dan menikahi perempuan tanpa mahar. Sebagai dalil adanya dispensasi menikahi perempuan tanpa mahar ialah firman Allah sebagai berikut.
              ... dan Kami halalkan seorang wanita mukminah menyerahkan dirinya kepada Nabi bila Nabi menghendaki menikahinya sebagai suatu kelonggaran utk engkau bukan utk kaum beriman umumnya.
b.   Sebagian tindakan Rasulullah saw. yg berdasarkan suatu kebijaksanaan semata-mata yg bertalian dgn soal-soal keduniaan perdagangan pertanian dan mengatur taktik perang. Misalnya pada suatu hari Rasulullah saw. pernah kedatangan seorang sahabat yg tidak berhasil dalam penyerbukan putik kurma lalu menanyakannya kepada beliau maka Rasulullah menjawab bahwa kamu adl lbh tahu mengenai urusan keduiaan . Dan pada waktu Perang Badar Rasulullah menempatkan divisi tentara di suatu tempat yg kemudian ada seorang sahabat yg menanyakannya apakah penempatan itu atas petunjuk dari Allah atau semata-mata pendapat dan siasat beliau. Rasulullah kemudian menjelaskannya bahwa tindakannya itu semata-mata menurut pendapat dan siasat beliau. Akhirnya atas usul salah seorang sahabat tempat tersebut dipindahkan ke tempat lain yg lbh strategis.
c.    Sebagian perbuatan beliau pribadi sebagai manusia. Seperti makan minum berpakaian dan lain sebagainya. Tetapi kalau perbuatan tersebut memberi suatu petunjuk tentang tata cara makan minum berpakaian dan lain sebagainya menurut pendapat yg lbh baik sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq dan kebanyakan para ahli hadis hukumnya sunah. Misalnya Konon Nabi saw. mengenakan jubah sampai di atas mata kaki.
3.  Taqrir Arti taqrir Nabi ialah keadaan beliau mendiamkan tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yg telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau. Contohnya dalam suatu jamuan makan sahabat Khalid bin Walid menyajikan makanan daging biawak dan mempersilakan kepada Nabi utk meni’matinya bersama para undangan.
      Rasulullah saw. menjawab Tidak . Berhubung binatang ini tidak terdapat di kampung kaumku aku jijik padanya! Kata Khalid Segera aku memotongnya dan memakannya sedang Rasulullah saw. melihat kepadaku. .
     Contoh lain adalah diamnya Nabi terhadap perempuan yg keluar rumah berjalan di jalanan pergi ke masjid dan mendengarkan ceramah-ceramah yg memang diundang utk kepentingan suatu pertemuan.
      Adapun yg termasuk taqrir qauliyah yaitu apabila seseorang sahabat berkata aku berbuat demikian atau sahabat berbuat berbuat begitu di hadapan Rasul dan beliau tidak mencegahnya. Tetapi ada syaratnya yaituperkataan atau perbuatan yg dilakukan oleh seorang sahabat itutidak mendapat sanggahan dan disandarkan sewaktu Rasulullah masih hidup dan orang yg melakukan itu orang yg taat kepada agama Islam. Sebab diamnya Nabi terhadap apa yg dilakukan atau diucapkan oleh orang kafir atau munafik bukan berarti menyetujuinya. Memang sering nabi mendiamkan apa-apa yg diakukan oleh orang munafik lantaran beliau tahu bahwa banyak petunjuk yg tidak memberi manfaat kepadanya.

4.    Sifat-Sifat Keadaan-Keadaan dan Himmah Rasulullah Sifat-sifat beliau yg termasuk unsur al-hadits ialah sebagai berikut.
       a.    Sifat-sifat beliau yg dilukiskan oleh para sahabat dan ahli tarikh seperti sifat-sifat dan bentuk jasmaniah beliau yg dilukiskan oleh sahabat Anas r.a. sebagai berikut. Rasulullah itu adl sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang pendek. .
       b.    Silsilah-silsilah nama-nama dan tahun kelahiran yg telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli sejarah. Contoh mengenai tahun kelahiran beliau seperti apa yg dikatakan oleh Qais bin Mahramah r.a. Aku dan Rasulullah saw. dilahirkan pada tahun gajah. .
     c.   Himmah beliau yg belum sempat direalisasi. Misalnya hasrat beliau utk berpuasa pada tanggal 9 Asyura seperti yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Tatkala Rasulullah saw. berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan utk dipuasai para sahabat menghadap kepada Nabi mereka berkata ‘Ya Rasulullah bahwa hari ini adl yg diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.’ Sahut Rasulullah ‘Tahun yg akan datang Insya Allah aku akan berpuasa tanggal sembilan’. .
      
B.   Proses Turunnya Al-Hadits
1.    Masa pembentukan Al Hadist
      Berita tentang prilaku Nabi Muhammad(sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi'in (satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi'ut tabi'in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (mudawwin).
        Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
        Di antara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian di antara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
        Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagai Sunnah Muttaba'ah Ma'rufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.
     Meski pada masa itu Al Hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Di antaranya ialah :
1.      'Abdullah bin 'Umar bin 'Ash (dalam himpunan As Shadiqah)
2.      'Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai huku-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).

2.    Masa penggalian
    Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan di antara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.
       Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab(tahun 13 - 23 H atau 634 - 644 M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.
     Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi'in. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabi'in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabi'in mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah Al Hadist belum ditulis apalagi dibukukan.

C.   Mu’jizat Al-Hadits
1.    Mukjizat Alquran Dan Hadist Tentang Obat
      Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.

        Obat jahe: jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku Zingiberaceae (temu-temuan) seperti temulawak, temu putih dll. Jahe memang bisa dipakai sebagai obat bagi tubuh yang sangat murah dan terkenal di dunia. Jahe dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit misalnya Menurunkan tekanan darah, Membantu pencernaan, Mencegah tersumbatnya pembuluh darah (penyebab utama stroke, dan serangan jantung), Mengobati rematik, batuk, demam dan lain-lain. Adapun jahe merupakan minuman syurga. Allah berfirman dalam QS al Insan ayat 17 : “Di dalam syurga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe” (QS 76 : 17). Dalam Tafsir Nurul Qur’an oleh Sayyid Kalam Faqih, beliau mengutip dari perkataan Ibnu Abbas bahwa : “Kenikmatan – kenikmatan yang telah disebutkan Allah dalam al Qur’an adalah yang namanya kita kenal. Misalnya, Dia menyebutkan “minuman segar di campur zanjabil”, zanjabil adalah nama untuk jahe, yaitu tanaman akar – akaran yang aromanya sangat disukai oleh orang arab (Faqih, 2006 : 52).
    Perlu diketahui bahwa kehidupan akhirat itu sangat berbeda dengan kehidupan dunia ini. Kenikmatan yang disebutkan di dalam ayat ini juga ayat lain hanyalah sebagian kecil, dan merupakan keberuntungan bagi manusia. Dan menurut beberapa riwayat, bahkan ada nikmat yang belum pernah terlihat, terdengar dan terbayang di dalam fikiran (Faqih, 2006 : 52).
    Sedangkan menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al Mishbah, bahwa pada ayat ini, para penghuni surga disuguhi dengan minuman yang campurannya adalah jahe, dan jahe disini bukanlah seperti jahe duniawi. Jahe itu dari sebuah mata air di surge yang dinamai atau cirri sifatnya adalah salsabil, yang dijelaskan pada ayat selanjutnya (Shihab, 2004 : 663).
     Abu Sa’id Khuduri r.a meriwayatkan, “Raja Romawi pernah menghadiahkan sekantong jahe kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memberikan sepotong jahe itu kepada setiap orang. Beliau juga memberikan sepotong kepadaku.” Hadits ini menceritakan bagaimana jahe merupakan tumbuhan yang aromanya amat disenangi orang arab (Savitri, 2009 : 259).

   Obat temulawak: Temulawak sudah dikenal sejak permulaan abad XVI dan popularitasnya terus meningkat seiring dengan manfaat serta hasil penelitian khasiatnya. Sejak 40 tahun terakhir ini, berbagai penelitian telah mengungkapkan rahasia khasiat temulawak ini. Hasil penelitian tersebut umumnya mendukung kearifan nenek moyang kita dalam penggunaan temulawak ini, khususnya sebagai obat penyakit kuning (penyakit hati) dan pegel linu. Temulawak termasuk jenis dari jahe berikut ini beberapa manfaat dan khasiat temulawak yang bisa anda gunakan :
1.  Campurkan bersama gula dan kunyit, lalu diseduh dengan air panas. Ramuan ini akan menghasilkan sebuah cita rasa tersendiri. Masyarakat Jawa Tengah biasanya memberikan ramuan ini kepada anak-anak yang susah makan, sebab disinyalir ramuan temulawak dapat meningkatkan nafsu makan. Bahkan dipercaya juga sebagai jamu yang memperlambat proses penuaan, menghilangkan flek hitam di wajah serta menjaga kelenturan tubuh. Perempuan sehabis melahirkan disarankan meminumnya, begitu menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Temulawak memiliki kandungan minyak atsiri yang memang membangkitkan selera makan, membersihkan perut dan memperlancar ASI.
2.   Satu rimpang temulawak, ditambahkan segenggam daun kumis kucing dan segenggam daun meniran dengan empat gelas air, direbus sampai tinggal setengahnya. Diminum tiga kali sehari. Ramuan ini dianjurkan untuk penderita gangguan ginjal. Tidak suka rasanya? Jangan khawatir, rasa bisa ditambah gula aren, asem atau jeruk nipis sesuai selera.
3.      Untuk penderita Asthma: 1,5 rimpang temulawak diiris tipis-tipis dan dikeringkan. Setelah kering, direbus dengan 5 gelas air ditambah 1 potong gula aren sampai mendidih hingga tinggal 3 gelas, saring, dan siap dikonsumsi.
4.    Sebagai pereda sakit kepala dan masuk angin: beberapa temulawak diiris tipis, dikeringkan dan ditumbuk hingga menyerupai tepung. Kurang lebih 2 gengggam tepung temulawak direbus dengan 4-5 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 3 gelas, saring, dan siap dikonsumsi.
5.  Untuk penderita maag: 1 rimpang temulawak diiris tipis-tipis dan diangin-anginkan sebentar, kemudian direbus dengan 5-7 gelas air sampai mendidih dan disaring. Diminum 1 kali sehari sebanyak 1 gelas.

Obat madu: Madu dan lebah memiliki keistimewaan yang luar biasa sehingga tercantum dalam surat tersendiri di dalam Al-Quran. Kajian khasiat madu secara ilmiah juga telah diteliti oleh ilmuwan Muslim terkemuka di era keemasan Islam, yakni Ibnu Sina (890-1037). Bapak kedokteran dunia dan pemikir muslim agung di abad ke-10 M itu tercatatat sebagai dokter yang mengulas mengenai khasiat madu dari segi kesehatan dan dunia kedokteran. Selama ini, orang lebih mengenal madu sebagai produk lebah yang paling populer dan berkhasiat dalam mengatasi berbagai penyakit. Namun, jika kita mengambil hikmah dari surat An-Nahl ayat 69, kita akan mengetahui produk lebah yang dapat dijadikan obat tidak terbatas hanya pada madu saja.
Termuat dalam Shahih Al Bukhari, dari Sa’id Ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas dari Nabi, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ   

Artinya      :   Kesembuhan ada dalam tiga perkara; meminum madu, berbekam dengan gelas dan bakaran api. Tetapi aku melarang umatku melakukan pembakaran dengan besi(HR. Shahih Bukhari).”
    Madu adalah cairan manis yang tersimpan dalam sel-sel sarang lebah yang melalui pengambilan nektar tanaman oleh lebah madu. Sejak dahulu, madu telah dijadikan diet khusus untuk vitalitas, kosmetika dan kesehatan secara umum. Tercatat pada zaman kerajaan, seperti: Yunani, China, dan Mesir. ada kajian moderen, ternyata madu mempunyai khasiat membunuh bakteri dan cendawan. Pada kajian klinis, telah membantu penyembuhan kulit terbakar, kulit luka, lambung dan gastroteritis. Madu dapat menghentikan pertumbuhan bakteri, karena kandungan gulanya yang tinggi. Komponen anti bakteri lainnya yaitu hidrogen prioksida yang terbentuk dari aktifitas enzim glukos oksidase. Meskipun kedua hal tersebut ditiadakan, ternyata madu masih mengandung anti bakteri. Aktifitas anti bakteri ini sangat menentukan madu sebagai makanan kesehatan. Karena madu mampu menekan kemungkinan timbulnya penyakit yang berhubungan dengan bakteri dan cendawan. Madu dengan kandungan gula sederhana, baik bagi kebutuhan vitalitas tubuh. Dengan tambahan sifat fisik madu, madu sangat disarankan untuk perawatan kulit dalam menu kosmetika keluarga.
Secara umum ada 7 mamfaat madu yaitu :
1.    Mencegah Kanker
Kandungan flavonoids yang terdapat pada madu serta antioksidannya dapat mengurangi risiko kanker dan penyakit jantung. Sementara itu kandungan karsinogen pada madu bisa mencegah beragam tumor.
2.    Meningkatkan sistem imun (kekebalan tubuh)
Madu juga kaya akan zat antioksidan yang dapat meningkatkan kinerja sistem pencernaan tubuh sehingga tubuh menjadi lebih sehat dan bugar. Tidak hanya itu, kandungan Madu mempunyai kandungan nutraceuticals dapat melawan radikal bebas yang masuk dalam tubuh.
3.    Meningkatkan Stamina
Menurut hasil penelitian, madu dapat meningkatkan performa (ergogenic),yang dapat meningkatkan performa atlet. Madu dapat membantu tubuh mengontrol gula darah dan juga membantu penyembuhan otot serta pemulihan stamina setelah aktifitas berat.
4.    Sumber vitamin dan mineral
Madu juga diketahui kaya akan kandungan vitamin dan mineral. Kadar vitamin dan minerl tersebut tergantung pada nektar yang dihisap oleh lebah madu tersebut.
5.    Menghalau bakteri dan jamur
Madu juga mengandung zat antiseptik yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri, hal tersebut mampu menjaga tubuh agar terhindar dari infeksi. Jika seserorang mengalami luka gores ataupun luka bakar, maka madu sering dijadikan obat pertolongan pertama untuk di oleskan sehingga menghindari terjadinya infeksi.

2.         Mukjizat alquran dan hadist tentang gizi
Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Penelitian di bidang nutrisi mempelajari hubungan antara  makanan  dan  minuman terhadap kesehatan dan penyakit, khususnya dalam menentukan  diet  yang optimal. Pada masa lalu, penelitian mengenai nutrisi hanya terbatas pada pencegahan penyakit kurang gizi dan menentukan standard kebutuhan dasar nutrisi pada makhluk hidup. Angka kebutuhan nutrisi (zat gizi) dasar ini dikenal di dunia internasional dengan istilah Recommended Daily Allowance (RDA).
Seiring dengan perkembangan ilmiah di bidang medis dan biologi molekular, bukti-bukti medis menunjukkan bahwa RDA belum mencukupi untuk menjaga fungsi optimal tubuh dan mencegah atau membantu penanganan penyakit kronis. Bukti-bukti medis menunjukkan bahwa akar dari banyak penyakit kronis adalah stres oksidatif yang disebabkan oleh berlebihnya radikal bebas di dalam tubuh. Penggunaan nutrisi dalam level yang optimal, dikenal dengan Optimal Daily Allowance (ODA), terbukti dapat mencegah dan menangani stres oksidatif sehingga membantu pencegahan penyakit kronis. Level optimal ini dapat dicapai bila jumlah dan komposisi nutrisi yang digunakan tepat. Dalam penanganan penyakit, penggunaan nutrisi sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari pengobatan dan pada saat yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi / gizi sangat erat kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup. Hasil ukur bisa dilakukan dengan metode antropometri.

D.   Sejarah Pembukuan Al-Hadist
     Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam semuanya sependapat menetapkan bahwa AI-Quranul Karim memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabatnya untuk menghapalkan AI-Quran dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, di batu-batu, dan sebagainya.
Ketika Rasulullah SAW. wafat, Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Selain itu, ayat-ayat suci AI-Quran seluruhnya telah lengkap ditulis, hanya saja belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran. Penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan oleh Rasul sebagaimana ia memerintahkan mereka untuk menulis AI-Quran. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagian hadis-hadis yang pernah mereka dengar dari RasulullahSAW.

1.    Masa penghimpunan
      Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan di antara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari'at dan Aqidah dengan membuat Al Hadist Maudlu' (palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.
        Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala(tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabi'in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima Al Hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi'in ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi'ut tabi'in.
       Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M) termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / 671 - 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
     Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.

              Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain:
·         di Mekkah - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
·         di Madinah - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
·         di Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
·         di Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
·         di Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
·         di Yaman - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
·         di Syam - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
·         di Kufah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
·         di Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
·         di Khurasan - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
·         di Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
·         Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)

      Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan masa penghimpunan Al Hadist dalam kitab-kitab pada masa Abad II Hijriyah ini, adalah bahwa Al Hadist tersebut belum dipisahkan mana yang Marfu', mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu'.

2.    Masa pendiwanan dan penyusunan
      Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana Al Hadits yang marfu', mauquf dan maqtu'. Al Hadits marfu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilaku sahabat dan Al Hadits maqthu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku tabi'in. Pengelompokan tersebut di antaranya dilakukan oleh :
·         Ahmad bin Hambal
·         'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
·         Musaddad Al Bashri
·         Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
·         'Utsman bin Abi Syu'bah

     Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah Musnadul Kabir karya Ahmad bin Hambal (164-241 H / 780-855 M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 di antaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama 'Abdullah dan Abu Bakr Qathi'i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dla'if dan 4 hadist maudlu'.
      Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :
  Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi (161-238 H / 780-855 M)
Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.
Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jami'ush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam daftar kitab masa abad 3 hijriyah.
Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :
·         Kitab Shahih - (Shahih Bukhari, Shahih Muslim) - berisi Al Hadits yang shahih saja
·    Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla'if yang tidak munkar.
·     Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.

   Apa yang telah dilakukan oleh para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukan tashhih (koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masa penyelesaian pembinaan Al Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits, menghimpun yang terserakan dan memudahkan mempelajarinya.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
       Kritik hadits (Naqd al-Hadits) atau dengan sebutan penelitian hadits adalah upaya untuk menseleksi kehadiran hadits, memberikan penilaian dan membuktikan keautentikan (keshahihan) sebuah hadits. Upaya ini juga berarti mendudukan hadits sebagai hal yang sangat penting dalam sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, sebagai bukti kehati-hatian kita. Selain yang telah tersebut di atas, upaya ini juga dilakukan untuk memahami hadits agar dapat mengaplikasikan isi dari hadits tesebut dengan tepat. Jadi, kita akan lebih yakin akan kebenaran hadits karena adanya proses penelitian yang ketat dari para sahabat dan para ulama’ hadits dan metode pemahaman yang benar.
       Upaya ini mempunyai metode tersendiri dan juga ilmu-ilmu yang dapat membantu dalam proses penelitiannya. Ilmu yang berkenaan dengan sanad antara lain Ilmu Rijalul Hadits dan Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, sedang untuk meneliti matan dibutuhkan Ilmu Gharibul Hadits, Ilmu Mukhtalif al-Hadits, Ilmu Nasikh Hadits wa al-Mansukh, Ilmu Asbab al-Wurud, Ilmu Ilal al-Hadits.
        Dengan adanya ilmu-ilmu tersebut kegiatan penelitian akan lebih mudah dan terbantu. Sehingga pada akhirnya kita akan mendapat hasil yang memuaskan yaitu hadits yang berkualitas shahih

B.   Saran
     Apa yang terkandung dalam isi makalah ini bukan pemikiran penulis semata, tetapi penulis ambil dari berbagai macam referensi, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini, maka dari pada itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk memperbaiki makalah ini ke arah yang lebih baik.



MAKALAH Al-Hadits Sebagai Sumber Kedua Ajaran Islam 

Download File Lengkapnya : Klik Disini