Makalah Pelanggaran Ham Terhadap Anak - OFO

Halaman

    Social Items

Makalah Pelanggaran Ham Terhadap Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia  lahir yang  berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda bedakan suku,golongan, keturunanan, jabatan dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan .Jika kita melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak  pelanggaran HAM yang sering kita temui. Mulai dari pelanggaran kecil yang berkaitan dengan norma hingga pelanggaran HAM besar yang bersifat kriminal dan menyangkut soal keselamatan jiwa. Untuk menyelesaikan masalah ini perlu adanya keseriusan dari pemerintah menangani pelanggaran pelanggaran yang terjadi dan meng hukum individu atau oknum terbukti melakukan pelanggaran HAM. Selain itu masyarakat juga perlu mengerti tentang HAM dan turut menegakkan HAM mulai dari lingkungan sosial tempat mereka tinggal hingga nantinya akan terbetuk  penegakan HAM tingkat nasional.Adapun contoh dari pelanggaran HAM di Indonesia adalah kekerasan terhadap anak.

B.   Rumusan Masalah
       1.    Apakah kekerasan terhadap anak itu ?
       2.    Sebutkan macam-macam kekerasan terhadap anak ?
       3.    Apa saja faktor penyebab kekerasan terhadap anak ?
       4,    Dan sebutkan dampak dari kekerasan tersebut ?


BAB III
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kekerasan Terhadap Anak
            Pada awalnya terminologi tindak kekerasan atau child abuse berasal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, seorang radiologist Caffey (dalam Ibnu Anshori, 2007) melaporkan kasus berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan tanpa diketahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh dalam Anshori, 2007). Kasus yang ditemukan Caffey diatas semakin menarik perhatian publik ketika Henry Kempe tahun 1962 menulis masalah ini di Journal of the American Medical Assosiation, dan melaporkan bahwa dari 71 Rumah Sakit yang ia teliti, ternyata terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak, dimana 33 anak dilaporkan meninggal akibat penganiayaan yang dialaminya, dan 85 mengalami kerusakan otak yang permanen. Henry (dalam Anshori, 2007) menyebut kasus penelentaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome, yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orangtua atau pengasuh lain. Selain Battered Child Syndrome, istilah lain untuk menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome, yang meliputi gangguan fisik seperti diatas, juga gangguan emosi anak dan adanya akibat asuhan yang tidak memadai, ekploitasi seksual dan ekonomi, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi, pengabaian pendidikan dan kesehatan dan kekerasan yang berkaitan dengan medis (Gelles dalam Anshori, 2007). Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga.
              Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
 Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan mental.kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
           Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
              Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental.
              Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak.
              Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa dan kekerasan  adalah :
       ·      Menghukum anak secara berlebihan
       ·      Memukul
       ·      Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting
       ·      Terus menerus mengkritik, mengancam, atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak
       ·      Pelecehan seksual
       ·      Menyerang anak secara agresif

B.   Macam-macam kekerasan terhadap anak
            Penyiksaan terhadap anak dapat digolongkan menjadi: penyiksaan fisik (physical abuse), penyiksaan emosi (psychological/emotional abuse), pelecehan seksual (sexual abuse), dan pengabaian (child neglect).

1 .   Penyiksaan Fisik (Physical Abuse).
Segala bentuk penyiksaan secara fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyundut dengan rokok, membakar, dan tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Banyak orangtua yang menyiksa anaknya mengaku bahwa perilaku yang mereka lakukan adalah semata-mata suatu bentuk pendisiplinan anak, suatu cara untuk membuat anak mereka belajar bagaimana berperilaku baik.

2.    Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse).
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
       a.     Penolakan.
       b.    Tidakdiperhatikan.
       c.     Ancaman.
       d.    Isolasi.

3.    PelecehanSeksual(SexualAbuse).
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya. Jenis-jenis penyiksaan seksual adalah:
       a.     Pelecehan seksual tanpa sentuhan: anak melihat pornografi, atau exhibisionisme, dsb.
       b.    Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan pelecehan orang dewasa terhadap organ seksual anak. Seperti adanya penetrasi ke dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan medis.
       c.     Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film porno.

4.    Pengabaian (Child Neglect).
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Jenis-jenis pengabaian anak:
       a.     Pengabaian fisik, misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
       b.    Pengabaian pendidikan misalnya orang tua seringkali tidak memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan anak.
       c.     Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari kehadiran anak ketika sedang bertengkar. Pembedaan perlakuan dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.
       d.    Pengabaian fasilitas medis, misalnya orang tua tidak menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
       e.     Mempekerjakan anak dibawah umur, hal ini melanggar hak anak untuk memperoleh pendidikan, dapat membahayakan kesehatan, serta melanggar hak mereka sebagai manusia.
              Anak yang dicurigai telah mengalami penyiksaan fisik perlu di lakukan penyelidikan lebih lanjut yang melibatkan : Pekerja Sosial, Dokter Anak dan Pihak yang berwajib ( Polisi ).
              Penyelidikan dapat dimulai dengan pemeriksaan fisik yang meliputi :
       ·      Anamnesis pediatrik secara lengkap, termasuk pencatatan terhadap penjelasan mengenai luka, waktu terjadinya dan detail-detail lain. Penyiksaan terhadap anak dicurigai bila terdapat luka yang tidak dapat dijelaskan atau tidak ada alasan yang kuat untuk menerangkan sebab luka. Jika terdapat ketidakcocokan antara luka yang terdapat dengan anamnesis yang didapatkan atau dengan perkembangan anak, kecurigaan akan adanya penyiksaan dapat dilaporkan. Penundaan mencari bantuan medis merupakan faktor lain yang dapat memperkuat kecurigaan akan adanya penyiksaan. Hal ini berhubungan dengan ketidakpedulian orang tua terhadap luka anaknya yang dianggap tidak serius.
       ·      Anamnesis tentang Perkembangan Anak
       ·      Pencatatan terhadap ekspresi orang tua mengenai kesulitan mereka menghadapi perilaku, kesehatan dan perkembangan anaknya.
       ·      Pemeriksaan secara mendetail mengenai anak tentang :
       ·      pertumbuhan, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala
       ·      gizi
       ·      penampakan dan pembawaan umum
       ·      tanda-tanda pengabaian, penyiksaan seksual dan ganguan emosi
       ·      perkembangan termasuk bahasa dan kemampuan social
        Penyebab yang paling sering menyebabkan kematian adalah trauma kepala. Dua puluh sembilan persen dari laporan penyiksaan anak didapatkan trauma kepala, wajah dan bagian kepala lain. Lebih dari 95% mengalami luka kepala yang serius selama 1 tahun kehidupannya. Luka Intraabdomen merupakan penyebab kedua terbanyak setelah luka kepala. Anak yang menderita biasanya mengalami gejala muntah yang sering, distensi abdomen, tidak terdapatnya bising perut, nyeri yang terlokalisir. Kulit perut yang fleksibel menyebabkan tidak terdapatnya luka yang membekas pada kulit perut anak akibat penyiksaan.

C.   Faktor penyebab kekerasan terhadap anak
Ada banyak faktor yang sangat berpengaruh untuk mengarahkan seseorang kepada penyiksaan anak terhadap anak. Faktor-faktor yang paling umum adalah sebagai berikut:
       1.    Lingkaran kekerasan, seseorang yang mengalami kekerasan semasa kecilnya mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang pernah dilakukan terhadap dirinya pada orang lain.
       2.    Stres dan kurangnya dukungan. Menjadi orangtua maupun pengasuh dapat menjadi sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan sulit. Orangtua yang mengasuh anak tanpa dukungan dari keluarga, teman atau masyarakat dapat mengalami stress berat.
       3.    Pecandu alkohol atau narkoba. Para pecandu alkohol dan narkoba seringkali tidak dapat mengontrol emosi dengan baik, sehingga kecenderungan melakukan penyiksaan lebih besar.
       4..   Menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah bentuk penyiksaan anak secara emosional dan mengakibatkan penyiksaan anak secara fisik.
       5.    Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
       6.    Peningkatan krisis dan jumlah kekerasan di lingkungan sekitar mereka.

D .  Dampak kekerasan terhadap anak
 Efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse) , antara lain;
       1)    Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
       2)    Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
       3)    Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991);
       4)    Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak,  Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
              Dampak kekerasan terhadap anak lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
              Dan adapun cara untuk mengurangi kekerasan terhadap anak yaitu:
  Untuk mencegah dan menghentikan kekerasan pada anak dibutuhkan beberapa pendekatan diantaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama, karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat akan lebih tegar menghadapi situasi-situasiyang menjadi factor terjadinya kekerasan. Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan, terutama human trafficking. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara fisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar. Dan terakhir adalah pendekatan hukum, tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah pemerintah untuk selalu mencari dan menanggapi secara sigap terhadap setiap laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan dan menghukumnya dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berikutnya akan dibahas mengenai pendekatan sosial terutama peran aktif masyarakat yaitu sbb:
       1.    Menangani Kasus Penyiksaan
              Anak yang dicurigai telah mengalami penyiksaan fisik perlu diselidiki lebih lanjut, dimana dalam prosesnya sebaiknya melibatkan pekerja sosial, dokter anak dan pihak yang berwajib (polisi). Prosesnya antara lain:
              a.    Melapor pada Pusat Konsultasi Anak Usahakan untuk segera melaporkan kepada Pusat Konsultasi Anak yang ada di berbagai daerah jika kita melihat tindakan kekerasan terhadap anak. 
              b.    Penyelidikan  dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yang meliputi:
                     *     Anamnesis (suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya) secara lengkap, termasuk pencatatan terhadap penjelasan mengenai luka, waktu terjadinya dan detail-detail lain. Penyiksaan terhadap anak patut dicurigai bila terdapat luka yang tidak dapat dijelaskan atau tidak ada alasan yang kuat untuk menerangkan sebab luka. Jika terdapat ketidakcocokan antara luka yang terdapat dengan anamnesis yang didapatkan atau dengan perkembangan anak, kecurigaan akan adanya penyiksaan dapat dilaporkan. Penundaan mencari bantuan medis merupakan faktor lain yang dapat memperkuat kecurigaan akan adanya penyiksaan. Hal ini berhubungan dengan ketidakpedulian orang tua terhadap luka anaknya yang dianggap tidak serius.
Anamnesis tentang perkembangan anak, antara lain berkaitan dengan pertumbuhan, berat badan, tinggi badan, lingkar badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, gizi, penampakan dan pembawaan umum, tanda-tanda pengabaian, penyiksaan seksual dan gangguan emosi. Perkembangan juga termasuk dalam penggunaan bahasa serta kemampuan anak bersosialisasi.
                     *     Pencatatan terhadap ekspresi orang tua mengenai kesulitan mereka menghadapi perilaku, kesehatandanperkembangananaknya.
                     *     Luka yang dapat di dokumentasikan yang meliputi kemungkinan penyebab luka, umur luka, kemungkinan penyebab, sisi yang terkena, ukuran dan bentuk luka, serta segala bentuk jaringan yang abnormal pada tubuh yang mencurigakan.
              Beberapa hal yang dapat kita temukan dari pemeriksaan fisik adalah :
       1)    Luka yang menimbulkan bekas.
       2)    Kelainan pada rambut.
       3)    Kulit terbakar,sebagianbesar karena sundutan rokok.




BAB III
KESIMPULAN

 Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Macam-macam kekerasan terhadap anak:
       1 .   Penyiksaan Fisik (Physical Abuse).
       2.    Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse).
       3.    PelecehanSeksual(SexualAbuse).
       4.    Pengabaian (Child Neglect).
              Adapun factor penyebab terjadinya kekerasan:
       1.    Lingkaran kekerasan
       2.    Stres dan kurangnya dukungan
       3.    Pecandu alkohol atau narkoba
       4.    Menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga
       5.    Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
       6.    Peningkatan krisis dan jumlah kekerasan di lingkungan sekitar mereka.
              Dan dampak dari kekerasan tersebut ialah:
       1)    Kerusakan fisik atau luka fisik;
       2)    Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan  agresif
       3)    Memiliki perilaku menyimpang, seperti, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, sampai dengan kecenderungan bunuh diri;
       4)    Jika anak mengalami kekerasan seksual maka akan menimbulkan trauma mendalam pada anak, takut menikah, merasa rendah diri.



DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak  Jakarta :Penerbit Nuansa,Emmy
Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah Terjadinya TindakKekerasan Terhadap Anak.
Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia,http://www.kpai.go . Didwonload
September 2007.http://www.setneg.go.id
UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak 





Selengkapnya Klik : DOWNLOAD